Sejarah Marriot International Inc. bermula pada tahun 1927 saat J. Willard and Alice Sheets Marriott membuka bisnis waralaba dari A&W Root Beer di Washington, D.C. Marriot memulai bisnis mereka dengan memenuhi kebutuhan kehausan masyarakat selama musim panas yang menyengat dan lembab di Washington, D.C. Ketika menu bertambah dan makanan serta layanan yang baik dengan harga yang wajar menjadi prinsip panduan seiring pertumbuhan perusahaan bisnis tersebut diberi nama Hot Shoppes. Tahun 1926 gerai ketiga Hot Shoppes dibuka di Washington DC dan menjadi resto drive in pertama di pantai timur USA. Setelah mengunjungi gerai Hot Shppes dekat bandara, JW Mariot memutuskan masuk bisnis katering pemasok maskapai penerbangan. Tiga puluh tahun setelah mendirikan bisnis pertamanya, tahun 1957 J.W. Marriott masuk bisnis penginapan dengan mendirikan hotel 370 kamar dengan nama Twin Bridges Motor Hotel di Arlington, Virginia. Putranya Bill Marriott, Jr. ditunjuk untuk memimpin segmen bisnis baru tersebut dan mengawasi perluasan hotel. Tahun 1959 dibuka hotel kedua di Virginia, USA. Tahun 1966 memulai debut internasional dengan mengakuisisi sebuah perusahaan katering maskapai penerbangan di Venezuela. Tahun 1977 perusahaan mendirikan bangunan untuk kantor pusatnya. Tahun 1981 hotel ke-100 mariot dibuka di Hawai. Tahun 1983 membuka hotel dengan merek baru yaitu Countyard by Marriot berlokasi di Atlanta USA yang diposisikan sebagai hotel untuk pelancong bisnis. Tahun 1989 membuka Warsaw Marriot, hotel ke 500, hotel tertinggi di ibukota Polandia ketika itu. Tahun 1995 mengakuisisi Ritz Carlton Hotel. Tahun 1997 meluncurkan TownePlace Suites dengan tarip menengah. Tahun 2005 meluncurkan Edition Hotel dengan konsep boutique hotel di Waikiki, Hawai. Tahun 2009 meluncurkan merek hotel mewah Autograph Collection. Tahun 2011 bekerja sama dengan Antonio Catalan menghasilkan hotel AC by Marriot berlokasai di Italia, Sephia dan Portugis. Mengampanyekan era baru pada tahun 2016, Marriott International mengakuisisi Starwood Hotels & Resorts Worldwide sehingga menjadi perusahaan hotel terbesar di dunia. Akhir tahun 2022 perusahaan ini mengoperasikan 2053 hotel dengan 576,243 kamar tersebar di berbagai negara.
&&&
Ada dua jenis perusahaan sehubungan dengan kebijakan asetnya. Ada Heavy asset company (HAC). Ada light aset company (LAC). Saat membutuhkan properti (tanah dan bangunan) untuk operasional bisnisnya, keduanya melakukan hal yang berbeda. HAC memilih cara membeli. Maka properti akan mendominasi catatan aset dalam neracanya. Sebaliknya, saat membutuhkan tanah dan bangunan, LAC cenderung menyewa atau bekerja sama dengan pihak lain. Dengan demikian proporsi aset properti dalam neracanya akan sangat kecil.

Contoh perusahaan LAC adalah Martiot international yang sejarahnya tertulis di atas. Tahun 2022 perusahaan yang juga hadir di Indonesia ini beromzet USD 20,77 miliar alias IDR 323 triliun. Labanya adalah USD 2,36 miliar alias IDR 37 triliun. Asetnya adalah USD 24,8 miliar alias IDR 385 triliun. Dengan demikian return on asset (ROA) perusahaan terbesar ke 426 dunia (berdasarkan omzet, laba, aset, dan nilai pasar) ini adalah 9,5%.
ROA yang tinggi tersebut dicapai karena Marriot adalah LAC. Perhatikan komponen asetnya. Yang berupa properti hanya USD 1,59 miliar alias 6,4%. Proporsi terbesar asetnya adalah berupa goodwill yaitu USD 8,87 miliar alias 38,5% dari total aset. Goodwill ini menandakan bahwa perusahaan bernilai pasar IDR 899 triliun ini rajin sekali melakukan akuisisi. Inilah yang menjadi sumber dari 30 merek hotel kelas atas yang menjadi portofolionya. Beberapa diantaranya adalah Westin, Sheraton, Le Meridien, Four Points, FairField, dan TownePlace.

Bagaimana seandainya Martiot memilih strategi HAC? Misalkan saja 2053 hotel itu seluruh propertinya dimilikinya. Dengan asumsi satu hotel bernilai IDR 200 miliar maka nilai asetnya adalah IDR 410,6 triliun alias USD 26,4 miliar. Ditambahkan dengan aset saat ini total asetnya menjadi USD 51,2 miliar. Dengan asumsi biaya depresiasi dan utang karena kepemilikan properti sama degan biaya sewa maka ROA menjadi 4,6%. Rendah sekali. Padahal ROA adalah salah satu kunci utama revenue and profit driver alias RPD. Efeknya pastilah perusahaan ini akan tidak menarik bagi investor. Nilai pasarnya akan turun. Cost of capitalnya akan naik.
&&&
Pembaca yang baik, Marriot memberi pelajaran kepada kita bahwa tidak membeli aset properti adalah strategi terbaik. Kas perusahaan lebih baik dipakai untuk membeli intangible asset melalui akuisisi. Bahkan gedung kantor pusat pun baru dibangun pada saat usia perusahaan sudah 50 tahun. Kebijakan ini menjadikan perusahaan yang nilai bukunya hanya USD 568 juta alias IDR 9 triliun dinilai tinggi di pasar para investor. Artinya, nilai pasar IDR 899 triliun diciptakan dari tangiible asset sebesar IDR 9 triliun dan dari intangible aset sebesar IDR 890 triliun. Komponen utamanya adalah 30 merek hotel kelas atas yang dimiliki. Anda sudah mendapatkan pelajaran? Mau menjadi LAC atau HAC?
Artikel ke-426 karya Iman Supriyono ini ditulis pada tanggal 3 Oktober 2023 di SNF Consulting house of management, Surabaya
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Ping-balik: Pfizer: Besar Goodwill Dari Pada Aset Fisik | Korporatisasi