Persyarikatan Muhammadiyah sudah memutuskan masuk ke tambang batu bara. Keputusan ini diambil melalui proses dan pertimbangan matang oleh pimpinan pusat. Keputusan telah diambil. Maka, selanjutnya tinggal eksekusi.
Dalam rangka eksekusi, Muhammadiyah mau tidak mau akan menggunakan entitas legal berbentuk perseroan terbatas (PT). Dengan entitas legal PT, mau tidak mau Muhammadiyah akan tercatat sebagai pemegang sekian lembar saham. Dan tentu saja akan ada minimal satu entitas lain, bisa perorangan ataupun badan hukum, yang juga akan tercatat menjadi pemegang saham sekian lembar saham pada PT tersebut. Sebagai pemegang saham, Muhammadiyah akan memiliki hak untuk mengajukan orang-orang kepercayaannya sebagai direktur dan komisaris. Keputusan akan diambil melalui RUPS sesuai proporsi lembar saham yang dipegangnya.
Mengapa bukan Muhammadiyah sebagai badan hukum langsung menjadi pengelola tambang batu bara tersebut? Secara teknis operasional akan banyak kesulitan. Dan yang sangat penting, risikonya akan terlalu tinggi bagi persyarikatan. Oleh karena itu badan hukum PT adalah entitas legal yang paling tepat. Tidak ada entitas legal lain yang lebih tepat dari pada PT untuk keperluan ini.
Nah, dengan posisi Muhammadiyah sebagai pemegang saham ini, di sektor tambang terselip sebuah peluang yang jauh luar biasa besar. Apa itu? Muhammadiyah berkesempatan besar untuk menjadi pemegang saham perusahaan tambang emas, perak, tembaga, nikel, aluminium minyak dan gas. Tambang- tambang yang dipandang paling mentereng di muka bumi. Lebih mentereng dari pada tambang batu bara.
Warga Muhammadiyahakan pasti senang jika muhammadiyah masuk ke tambang emas, perak, tembaga, tembaga, nikel, aluminium, minyak dan gas. Nah, pertanyaannya, bagaimana caranya? Apa yang dibutuhkan? Mari kita bahas.
Sebagaimana masuknya Muhammadiyah ke tambang batu bara yang pelaksanaan teknisnya adalah Muhammadiyah memiliki saham di perusahaan tambang batu bara berbadan hukum PT, di tambang-tambang mentereng ini pun sama. Muhammadiyah menjadi pemegang saham perusahaan-perusahaan berbadan hukum PT di bidang tambang-tambang mentereng tersebut.
Caranya sama. Muhammadiyah mesti menyediakan uang sebagai modal setor untuk ditukar lembaran saham perusahaan-perusahaan berbadan hukum PT pengelola tambang-tambang mentereng itu. Bedanya, untuk tambang batu bara Muhammadiyah akan mendirikan PT baru. Untuk tambang-tambang mentereng tersebut lebih mudah. Juga risikonya lebih kecil. Tidak perlu mendirikan PT baru. Cukup masuk pada PT yang sudah ada dan sudah terbukti menghasilkan laba dan membagi sebagian laba menjadi dividen sebagai hak pemegang saham. Dividen juga merupakan pintu masuk satu-satunya uang dari perusahaan kepada para pemegang saham.
Sebagai gambaran, misalnya Muhammadiyah masuk pada tambang emas. Sekedar contoh, persyarikataan masuk pada tambang emas yang berlokasi di Tumpang Pitu, Banywangi yaitu PT Merdeka Gold and Cooper Tbk. Berdasarkan laporan keuangan tahun 2023, perusahaan yang cadangan emasnya disebut-sebut lebih besar dari pada di Tembagapura, Papua itu membukukan laba tahun berjalan sebesar USD 5,77 juta alias Rp 89 miliar. Tahun sebelumnya membukukan laba USD 68,4 juta alias Rp 1,05 triliun dengan kurs sekarang.
Saat ini 10 pemegang saham terbesar Merdeka adalah PT Saratoga investama Sedaya Tbk. (18,81%), PT Provident Capital Indonesia (14,49%), Garibaldi Thohir (7,35%), PT Suwarna Artha Mandiri (5,50%), Contemporary Ampherex Technology Co. Ltd.(4,93%), Pemda Kabupaten Banyuwangi (3,98%), Djs. Ketenagakerjaan Program Jht (2,15%), DJS Ketenagakerjaan Program JP (1,385%), PT Nuansa Abadi jaya (1,38%) dan Merdeka Mining Partners Pte Ltd (1,37%). Kok persentasenya kecil-kecil? Ya memang itu best practice pada perusahaan-perusahaan besar. Tidak ada pemegang saham yang persentasenya besar. Jika masuk ke Merdeka, Muhammadiyah langsung berdiri sejajar dengan 10 nama-nama besar di atas. Pemegang saham perusahaan tambang emas mentereng. Selevel dengan perusahaan-perusahaan investasi mentereng.
Misalkan Muhammadiyah masuk 2% maka harga pasar saat ini adalah Rp 1,3 triliun. Untuk transaksi yang seperti itu harga masih ada ruang negosiasi. Besarkah angka itu? Besar kecil itu relatif. Dan memang pertambangan adalah sektor bisnis yang padat modal. Apa lagi Merdeka adalah perusahaan yang sudah mapan. Tentu butuh dana besar. Tapi, masuk ke tambang Batubara pun butuh dana besar. Apalagi jika mendirikan perusahaan baru, dana besar dengan risiko jauh lebih besar. Maka, masuk ke tambang emas melalui perusahaan yang sudah mapan adalah menarik. Lebih mentereng. Masuk tambang emas, mengapa tidak?
Artikel ke-465 karya Iman Supriyono ditulis di SNF Consulting House of Management untuk Majalah Matan, terbit di Surabaya, edisi Oktober 2024
Baca juga:
Merger dan Akuisisi Adalah Transaksi RPD
Merger dan Akusisi: Mengapa Ekonomi Kita Dikuasai Asing
Merger Gojek Tokopedia
Valuasi dan Merger Tokopedia
Merger dan Akusisi BUMN
Filosofi Merger Akuisisi
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Pertanyaan saya, 1) apakah perusahaan tersebut menerima Muhammadiyah sebagai pemegang saham? 2) Kebolehannya Muhammadiyah masuk ke Tambang, apakah ini berarti memaksa PT-PT tambang yg ada di Indonesia harus/wajib menerima Muhammadiyah sebagai investor barunya?
Jika perusahaan2 itu melakukan rights issue, siapa saja bisa masuk asalkan punya duit