Soekarno, Hatta & Nafkah Politisi


Saya bukan politisi. Sesuai kode etik di SNF Consulting, kantor tempat saya berkarya, saya tidak boleh menjadi politisi atau pejabat publik di level manapun di negara manapun. Dan saya secara sadar memegang teguh kode etik itu. Tulisan ini bukan dalam rangka berpolitik. Tetapi dalam rangka kontribusi saya  sebagai seorang yang sehari-hari selalu bergelut dengan manajemen dan keuangan. Kontribusi untuk dunia politik yang lebih baik. Kontribusi agar negara ini dikelola dengan lebih baik.

soekarno hatta1

Soekarno Hatta sebagai teladan politisi full time berintegritas

Pemicu tulisan ini adalah fenomena-fenomena yang selama ini banyak dijumpai di dunia politik  seperti politik uang, kecurangan dalam pemilu, politisi yang tertangkap tangan KPK, politisi yang dipenjara karena korupsi, kebocoran uang negara sejak tahap anggaran, pungutan liar,  laporan keuangan dengan dokumen transaksi palsu, korupsi di dunia pendidikan, dan sebagainya. Bagaimana memperbaikinya? Siapa yang harus memperbaikinya? Mulainya dari mana, ayam dulu apa telur dulu? Saya akan menuliskannya dalam bentuk poin-poin.

  1. Jujur dan tidak pernah mengambil sesuatu yang bukan hak adalah dua prinsip dasarnya. Prinsip integritas. Para orang tua yang ingin negeri ini lebih baik wajib menanamkannya tanpa kompromi kepada anak-anak sejak dalam kandungan. Jangan memberi makanan dan nafkah untuk anak-anak kecuali dengan sumber yang sesuai dengan prinsip dasar itu. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW menyampaikan bahwa seseorang beriman itu bisa jadi pengecut atau kikir, tapi tidak mungkin jadi penipu. Keimanan dan bohong tidak bisa berkumpul di satu orang. Prinsip integritas adalah bagian utama dari keimanan.
  2. Dalam rangka ini saya pernah memberi contoh kecil kepada anak-anak. Menempuh perjalanan sekitar 150 km demi membayar harga sebiji pisang goreng di sebuah warung yang belum terbayar karena lupa saat menghitung. Kejadian itu diingat dan terpatri kuat di jiwa mereka.
  3. Setelah beres dalam urusan integritas, seiring dengan kedewasaannya anak-anak akan memilih bidang karir. Pilihan bisa macam-macam. Dokter, entrepreneur, tentara, polisi, pegawai negeri, pegawai perusahaan, direktur, manajer, artis, dosen, peneliti, dan sebagainya. Dari berbagai pilihan karir, sebagai masyarakat haruslah ada sebagian dari anak-anak yang menjadi politisi.
  4. Dalam konteks dunia modern dengan era korporatisasinya, untuk sukses setiap pilihan karir apapun harus dijalani dengan sepenuh waktu, sepenuh keahlian, sepenuh integritas, dan sepenuh jiwa. Tujuannya adalah agar unggul dalam persaingan di bidangnya. Menjadi pribadi cemerlang yang berprestasi maksimal di bidangnya masing-masing. Termasuk yang memilih karir di dunia politik. Mereka harus menjadi politisi full time. Politisi sepenuh waktu yang mendedikasikan seluruh hidupnya melalui dunia politik. Menjadi politisi yang bermanfaat maksimal bagi bangsa, negara dan masyarakat yang lebih luas lagi
  5. Gambaran dari berprestasi maksimal di bidangnya misalnya yang memilih berkarir di militer mencapai pangkat jenderal, di akademik menjadi guru besar produktif menghasilkan ilmu, di perusahaan menjadi CEO, di bidang keagamaan menjadi ulama produktif dalam karya sekelas HAMKA, di bidang politik jadi presiden seperti Bung Karno
  6. Bung Karno, Bung Hatta dan tokoh-tokoh pejuang semasanya adalah inspirasi utama bagi para politisi. Mereka adalah para pejuang di bidang politik yang bekerja secara full time. Soekarno dan Hatta tidak memiliki pekerjaan lain di luar bidang politik. Beliau adalah politis full time. Pertanyaannya, dari mana mereka mendapatkan uang untuk sumber nafkah bagi diri dan keluarganya? Jawaban pertanyaan ini sangat krusial untuk memperbaiki karut marut dunia politik di negeri ini. Untuk membebaskan negeri ini dari korupsi dan politik uang.
  7. Dari mana sumber nafkahnya? Logisnya pasti ada orang atau pihak lain yang mendukung kebutuhan finansial mereka. Bisa ayah ibunya, keluarganya, kawan-kawan terdekatnya, atau masyarakat yang tergerak untuk mendukung misi perjuangannya.
  8. Jadi modelnya adalah para politisi berintegritas bekerja full time sejak muda (sejak bangku kuliah) sampai puncak karir dengan dukungan finansial dari pihak lain baik untuk nafkah hidup pribadi beserta keluarganya maupun dana perjuangan. Target puncak karirnya adalah menjadi presiden yang akan mengelola negeri ini dengan integritas. Negeri yang terbebas dari korupsi, nepotisme, mark up, politik uang, kecurangan, penipuan dan segala keburukan lainnya. Para politisi yang mempertaruhkan seluruh kehidupan dunia akhiratnya di bidang politik dengan integritas penuh. Dengan niat yang ikhlas,  Jika meninggal dalam perjuangan, mereka tercatat sebagai syuhada oleh-Nya dan pahlawan bagi negeri ini
  9. Pertanyaannya, siapa yang saat ini harus berkontribusi untuk nafkah pribadi beserta keluarga serta dana perjuangan para politisi full time berintegritas dunia akhirat tersebut? Tidak lain adalah Anda profesional di luar bidang politik yang menginginkan perbaikan negeri ini. Yang menginginkan negeri ini maju dalam naungan rahmat Allah Yang Maha kuasa sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan UUD 45.
  10. Jika Anda setuju dan siap menjadi penyandang dana pertanyaan berikutnya adalah siapa politisi yang akan didukung? Pada tahap awal silahkan Anda mencari sendiri anak-anak muda berintegritas di sekitar Anda yang sudah menunjukkan ketertarikan dan potensi di bidang politik. Dekati dan biayai mereka dengan uang hasil kerja Anda sebagai profesional  atau pengusaha. Niatkan untuk dana perbaikan masyarakat dan bangsa ini.
  11. Selanjutnya, suatu saat hubungan antara politisi full time berintegritas dengan penyandang dananya sudah dilakukan oleh banyak orang dan makin berkembang. Ketika itu, kita butuh badan-badan hukum legal formal yang bekerja mengelola dana seperti ini. Sebagai alternatif, legalitasnya bisa bernaung dibawah Undang Undang Wakaf sebagai nazir. Tugasnya adalah mengelola mengedukasi masyarakat untuk menyumbang dana abadi melalui skema wakaf untuk dirupakan aset-aset produktif sesuai portofolio investasi. Harvard Management Company yang aset kelolaan nya sekitar Rp 400 T bisa menjadi benchmark pengelolaan.
  12. Sebagai inspirasi tambahan apa yang selama ini telah berjalan di desa-desa bisa dicontoh. Di desa kelahiran saya, Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun, Kepala desa beserta seluruh perangkat desa mendapatkan kompensasi finansial dari tanah milik desa yang dalam istilah setempat disebut bengkok. Kepala desa misalnya mendapatkan jatah tanah bengkok seluas 7 hektar.  Total tanah milik desa untuk keperluan ini adalah 30 Hektar. Pemanf tanah menjadi hak kepala desa beserta perangkatnya selama masa jabatannya. Jika disewakan nilainya adalah sekitar Rp 20 juta per hektar per tahun. Dengan demikian seorang kepala desa bisa bekerja penuh melayani masyarakat desa dengan kompensasi senilai Rp 140 juta per tahun atau sekitar Rp 11,6 juta per bulan. Cukup untuk hidup wajar di desa.
  13. Permasalahan sudah begitu banyak dan krusial. Lalu, mana yang harus diselesaikan dulu? Ayam atau telur dulu? Tidak usah dipilih. Ikuti aja cara McD. Telur dan ayam dijadikan satu piring pada menu scrambled egg. Makan aja keduanya bersama-sama jadi lebih nikmat heheheh.

Bagaimana? Anda sudah menangkap konsepnya? Ingin negeri ini baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur? Ingin negeri ini gemah ripah loh jinawi? Ingin negeri ini maju, modern, adil, makmur dan jaya melindungi segenap bangsa dan terdepan dalam percaturan masyarakat antar bangsa? Ayo berkontribusi. Mulai sekarang!

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

**Ditulis di kota pahlawan pada tanggal 18 April 2019  oleh Iman Supriyono, konsultan senior dan CEO SNF Consulting

7 responses to “Soekarno, Hatta & Nafkah Politisi

  1. Problemnya kebanyakan penyandang dana malah minta proyek atau jabatan kepada politisi full time berintegritas, saat si Politisi berhasil memperoleh jabatannya. Ujung2nya yg berintegritas jd tidak berintegritas lagi.

  2. Ping-balik: Kepiluan Setiap Pemilu: Spesialisasi | Catatan Iman Supriyono

  3. Ping-balik: Nadim Makarim Menteri: Kita Untung atau Buntung? | Catatan Iman Supriyono

  4. Ping-balik: Vico-Badak: Partai Pecel Aja | Korporatisasi

Tinggalkan Balasan ke Ferdinand Batalkan balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s