Terbongkarnya kasus para pejabat yang berbisnis PCR viral di jagat internet. Netizen protes. Tidak layak bagi seorang pejabat berbisnis. Apalagi dalam suasana pandemi yang dampaknya sangat berat bagi masyarakat luas. Pendek kata, publik tidak suka pejabat berbisnis.
Tapi banyak yang tidak menyadari bahwa pada fenomena protes itu terkandung hipokrisi. Hipokrit? Ya. Mari mundur ke belakang. Saat proses pemilihan presiden yang baru berlalu. Di kubu pemenang ada Pak Jokowi yang dikenal sebagai pengusaha meubel. Pentolan kampanyenya adalah Erick Thohir yang juga pengusaha ternama. Di kubu yang kalah ada Prabowo yang bisnisnya bernilai triliunan. Ada Sandiaga Uno yang idem.
Hampir 50% pemilih mendukung Prabowo Sandi. Lebih dari 50% pemilih mendukung Jokowi. Kedua kubu sama-sama mendukung masuknya pebisnis ke dunia politik. Dan politisi yang sukses dalam kontestasi politik akan menjadi pejabat. Bahkan yang kalah pun kemudian dirangkul dan menjadi pejabat juga.
Pertanyaannya, setelah menjadi pejabat publik, apakah merekah harus membuang bisnisnya? Tentu tidak mungkin. Bisnis akan terus berjalan.

Lalu, mengapa orang-orang pada protes saat para pejabat berbisnis? Mengapa protes terhadap pejabat yang berbisnis PCR? Bukankah itu konsekuensi logis dari masuknya para pebisnis pada kontestasi politik? Ingat, politik adalah pintu untuk menjadi pejabat publik. Mendukung pebisnis masuk politik sama dengan mendukung pejabat berbisnis. Di sinilah letak hipokrisinya. Coba renungkan diri Anda sendiri. Anda hipokrit tidak?
Kalau saya tidak begitu. Sejak awal menolak masuknya para pebisnis ke dunia politik. Juga menolak para pejabat berbisnis. Secara pribadi saya memilih dunia bisnis. Fokus di bisnis. Bertauhid bisnis “Aku berlindung kepada-Nya dari godaan syetan dan poltik”. Bukan karena politik jelek. Tetapi karena hidup itu pilihan.
Hidup itu pilihan. Jika memilih menjadi pebisnis, jadilah pebisnis yang sukses. Pebisnis yang membangun korporasi besar melampaui sekat-sekat negara. Membesarkan perusahaan yang didirikannya mencapai step kedelapan dalam corporate life cycle. Menjadi perusahaan yang mengibarkan merah putih di berbagai belahan dunia.
Jika memilih politik, jadilah politisi yang sukses. Seperti Bung Karno, Bung Hatta, Natsir, dan sebagainya. Yang menekuni perjuangan politik sejak mahasiswa. Yang mempertaruhkan seluruh risiko hidupnya di politik. Yang tidak pernah punya interes bisnis. Yang bisa mengambil keputusan negara tanpa confilct of interest. Menjadikan negeri ini jaya dalam percaturan berbagai bangsa melalui dunia politik.
Hidup itu pilihan. Anda bagaimana? Masih mendukung pebisnis masuk dunia politik? Masih menolak pejabat berbisnis PCR? Hindari hipokrit!
Klik untuk bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI
Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Baca juga tulisan lain tentang Investment Company:
Kemustahilan Jokowi: Bunga Bank 3% Tanpa Investment Banking
Pandemi dan Dekorporatisasi BUMN
Investment Company BUMN
Investment Company berbasis lembaga keagamaan
Peran Investment Company untuk kemerdekaan ekonomi
Korporatisasi butuh Investment Company
Artikel ke-356 karya Iman Supriyono ini ditulis pada tanggal 7 Nopember 2021 di kabin pesawat Airbus 320 dalam penerbangan Jakarta Surabaya