Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat berkeluh kesah dan pelit. Ini adalah terjemahan Al Qur’an Surat ke 70 (Al Maarij) ayat ke-19. Dan adalah manusia itu sangat pelit. Yang ini adalah terjemahan surat ke 17 ayat ke 100. Jadi kalau Anda pelit, maka memang itulah salah satu sifat dasar manusia yang harus Anda kelola.
Mari bernarasi. Andai Anda memiliki uang untuk membeli emas 100 kg. Maka, setahun setelah emas itu Anda miliki, Anda harus membayar zakat 2,5% dari 100 kg emas. Membayar 2,5 kg emas. Maka, pada awal tahun kedua emas Anda tinggal 97,5kg. Akhir tahun kedua emas Anda mencapai haul lagi. Anda harus membayar lagi 2,5% dari 97 kg alias 2,44 kg emas. Dengan demikian pada awal tahun ketiga emas Anda tinggal 95,1 kg. Awal akhir tahun ketiga haul lagi dan emas Anda akan berkurang lagi. Demikian seterusnya proses ini baru akan berhenti setelah emas Anda kurang dari 85 gram sebagai batas minimum (nishab) zakat emas.

Nah, manusia itu pada dasarnya kikir. Maka, tentu sanga Khaliq sangat paham itu. Oleh karena itu, dibuatlah cara yang baik agar Anda yang kikir tidak kehilangan harta seperti itu. Bagaimana caranya? Juallah emas Anda dan belikan lahan pertanian yang produktif. Maka, sejak itu lahan pertanian Anda yang nilainya setara dengan 100 kg emas itu tidak terkena zakat. Utuh. Anda bisa memuas-muaskan kekikiran Anda hahahahah.
Lalu apa tidak dosa? Tidak. Memang lahan pertanian tidak terkena zakat. Berapa pun nilai harta Anda. Berapa pun luas lahan pertanian Anda. Anda hanya wajib berzakat atas hasil pertanian. Besarnya 5 atau 10% dari hasil panen. Dan itu sama sekali tidak mengurangi nilai harta Anda. Bahkan ketika lahan pertanian itu nilainya meningkat berkali kali lipat karena kenaikan nilainya sebagai sebuah aset properti.
Apa pesan di dalamnya? Ini adalah sejenis “kebijakan fiskal” dari Sang Khaliq. Tujuannya agar orang tidak mendiamkan hartanya. Agar orang mengalihkan aset diamnya menjadi aset produktif. Aset yang menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi sesama. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama.
Aturan itu dibuat saat kehidupan masih sangat tradisional. Kebutuhan umat manusia masih sangat sederhana. Belum butuh kuota data. Belum butuh mobil. Belum butuh pesawat terbang. Belum butuh frozen food. Belum butuh bandara. Belum butuh media sosial. Dan lain-lain.
Di era modern, lahan pertanian itu telah menjadi meluas menjadi korporasi-korporasi yang menghasilkan kuota data, mobil, pesawat, frozen food, dan berbagai kebutuhan umat manusia. Ekspansi “lahan pertanian” era modern itu artinya adalah korporasi-korporasi itu berekspansi dengan menambah aset pemicu pertumbuhan omzet dan laba alias RPD.
Maka, jika Anda ingin agar aset Anda tidak berkurang terus menurus, ubahlah aset Anda dari emas atau yang sejenis dengan emas menjadi modal korporasi-korporasi itu. caranya adalah masuk sebagai investor korporasi-korporasi itu saat mereka melakukan penerbitan saham. Baik di luar lantai bursa sebelum IPO. Atau IPO dan rights issue terus menerus setelah IPO. Maka, sejak itu aset Anda berupa saham utuh. Persis seperti lahan pertanian. Anda hanya wajib membayar 10% dari hasilnya. Membayar 10% dari dividen yang Anda terima.
Harta tanda tidak berkurang. Anda senang. Tapi bukan hanya Anda yang senang. Kaum duafa juga akan makin senang. Karena dividen perusahaan akan terus tumbuh seiring pertumbuhan laba perusahaan. ROI Anda akan tumbuh bisa sampai ribuan persen. Demikian juga hak kaum duafa juga akan tumbuh bahkan sampai ribuan persen. Anda tersenyum. Kaum duafa pun tersenyum.
Ada lagi yang lebih penting. Ada tujuan yang lebih stratejik dari “kebijakan fiskal” ala Sang Khaliq ini. yaitu……agar ekonomi tumbuh. Agar aset Anda bermanfaat bagi sesama. Agar negeri ini menang dalam persaingan dengan bangsa lain. Persaingan yang ujung tombaknya adalah korporasi yang melakukan proses korporatisasi. Anda siap?
Klik untuk bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI
Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Baca juga….
Peredam Risiko Investasi Wakaf
Wakaf Modern Untuk Keabadian Amal dan Kemerdekaan Ekonomi
Konversi Kotak Infaq ke Kotak Wakaf
Kesalahan Wakaf Saham Dan Perbaikannya
Wakaf Untuk Beasiswa: Fulbright Dari Timur
Wakaf Moncer dengan Puasa Infaq
Wakaf Para Alumni untuk Adik Kelasnya
Wakaf Agar Rp 10 Triliun Tidak Melayang Tiap Tahun
Wakaf Uang
Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat dan Bangsa
Korporatisasi: Asal Muasal
Artikel ke-355 karya Iman Supriyono ini ditulis di Bandara Depati Amir Pangkalpinang pada tanggal 5 Nopember 2021
Luar biasa,…. pencerahannya ini tulisan,
Moga bermanfaat