Menghadapi anjloknya IHSG seiring dengan mengganasnya virus corona, BUMN melakukan buy back sahamnya di lantai bursa. Demikian berita di berbagai media. “Jika pihak asing tak percaya, kita jalan sendiri”, demikian pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir yang paling tidak dikutip oleh kompas.com pada tanggal 12 Maret 2020. Buy back adalah sebuah tindakan yang termasuk dalam langkah dekorporatisasi. Sebuah langkah mundur. langkah bahaya. Saya akan menjelaskannya dengan poin-poin sebagai berikut:

Buy back adalah ibarat gigi mundur. Mestinya korporatisasi malah melakukan dekorporatisasi
- BUMN menghadapi berbagai masalah, antara lain: perannya dalam ekonomi makin melemah terkikis pesaing, gonta-ganti direksi dan komisaris, direksi dan komisaris dijabat oleh orang tidak berpengalaman di bidangnya, kaderisasi di BUMN mentok di level vice president, munculnya fenomena pseudo CEO atau dummy CEO, utang selangit dengan DER, BUMN diganggu oleh kepentingan politik, dan masih banyak lagi.
- Solusi masalah itu adalah dengan membangun sistem manajemen seiring dengan pertumbuhan pesat menguasai pasar berbagai negara. Transformasi BUMN menjadi perusahaan modern yang tidak bisa dibelok-belokkan oleh kepentingan politik. Ciri teknisnya adalah terus melakukan penambahan modal untuk pertumbuhan melalui skema berbasis ekuitas. Equity based accelerated growth. Saya menyebutnya sebagai korporatisasi.
- Buy back saham adalah langkah mundur. Langkah mundur dalam mengatasi masalah-masalah di atas. Saya menyebut langkah mundur ini sebagai dekorporatisasi. Baca link-nya untuk lebih detail.
- Menurut berbagai sumber, BUMN siap menggelontorkan dana senilai Rp. 8 triliun untuk buy back. Ada 12 perusahaan yang disebut detik.com (10 maret 2020) yang akan melakukannya yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT PP (Persero) Tbk (PTPP), PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Timah Tbk (TINS).
- BUMN pada umumnya memiliki tingkat utang sudah sangat tinggi. Sampai ke leher. Sebagai gambaran, WIKA misalnya yang utangnya sudah sangat tinggi seperti tulisan saya di link ini. Gali lobang tutup lobang. BUMN lain kurang lebih kondisinya sama. Dalam kondisi utang tinggi kemudian melakukan buy back, artinya adalah menggunakan uang utang untuk membeli saham. Efeknya, rasio utang (DER) akan makin tinggi, arus kas akan makin tercekik, meningkatkan cost of capital, dan risiko makin mengulur utang kepada pemasok akan makin parah. Bahkan wanprestasi yang bisa berujung kepailitan. Inilah efek dekorporatisasi. Kebalikan dari korporatisasi yang meringankan utang, meringankan beban cash flow, menurunkan cost of capital, dan meningkatkan kemampuan ekspansi pasar sebuah perusahaan.
- Mungkin ada yang akan membantah analisis diatas dengan alasan bahwa buy back ini sifatnya hanya sementara. Alasan ini seolah bisa memastikan bahwa efek wabah corona akan segera teratasi dalam waktu dekat. Padahal, tidak ada yang bisa memastikan kapan wabah corona ini akan berakhir kecuali Si Pembuat virus itu yaitu Sang Khaliq. Langkah yang mengingkari sila pertama Pancasila yang berbasis konsep taqwa.
Korporatisasi adalah layanan utama dan orisinil karya SNF Consulting
- Padahal, dalam menghadapi krisis yang kita tidak bisa memastikan kapan akan berakhir rumus dasarnya adalah bahwa cash is the king. Pegang uang kas. Hemat uang kas. Kita tidak tahu kapan kebijakan pembatalan penerbangan oleh berbagai negara akan berakhir. Sebagai gambaran, salah satu anak saya yang kuliah di Vietnam National University harus kuliah secara online karena kampus libur dengan alasan wabah corona dan tidak bisa memprediksi kapan kebijakan ini berakhir. Anak sulung saya yang bekerja sebagai procurement perusahaan multinasional dengan sumber pasokan berbagai negara pusing karena para pemasok menyatakan penundaan jadwal kedatangan barang. Padahal semua barang terkait dengan operasional pabrik. Kondisi seperti ini akan memiliki efek domino di berbagai sektor dan tidak ada yang tahu kapan berakhir. Rumus penanggulangannya adalah: cash is the king.
- Belum lagi jika ditinjau bahwa uang Rp. 8 triliun itu ibarat setetes tinta di hamparan air laut bagi kapitalisasi pasar BEI yang sekitar Rp 7000 triliun. Buy back tidak akan ngefek.
- Nah, dalam kondisi seperti itu Menteri BUMN yang merupakan real CEO dari seluruh BUMN mengambil kebijakan kontra solutif. Menghamburkan kas untuk buy back. Menghamburkan kasnya itu sendiri sangat berisiko. Dekorporatisasinya menjadikan daftar masalah BUMN makin jauh dari solusi. Bagaimana bung Erick?
Korporatisasi adalah layanan utama SNF Consulting
- Begitu beratnya masalah BUMN. Tidak adakah solusi? Ada! Setiap masalah ada solusi. Separah apapun masalah itu. Tapi tidak cukup untuk membahas solusi itu di tulisan ini. Perlu ngopi.
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
*)Artikel ke-253 ini ditulis di Surabaya pada tanggal 12 Maret 2020 oleh Iman Supriyono, konsultan senior dan CEO SNF Consulting.
Saya sependapat dengan tulisan di atas. Kelihatannya memang terjadi pseudo leadership di BUMN, beruntung masih ada yg punya nurani dengan langkah hukum membebaskan KA di tingkat kasasi. Ada yg salah dalam langkah2 BUMN yg contracting company, juga beberapa yg bergerak di bidang jasa. Beberapa yg manufacturing seperti Semen Indonesia Pt sudah benar dengan membeli aset2 di LN, juga beberapa lainnya. Ada yg juga berorientasi ke ekspor seperti INKA Pt. Namun langkah2 BUMN yg terus menerus membuat anak2 perusahaan yang mengambil alih peran2 swasta dalam melayani induknya adalah kontra produktif. Ini terlihat dari menyusutnya jumlah perusahaan2 swasta nasional di bidang konstruksi. Bagaimana swasta mampu bersaing dgn anak2 perusahaan plat merah yg ditunjang pendanaan juga dari bank2 plat merah ? Seyogjanya BUMN-BUMN tersebut dengan kapasitasnya berorientasi mengejar proyek2 di LN dan bukannya merebut pekerjaan2 di DN, bahkan proyek di bawah Rp 5M diambil. Semoga sedikit tulisan saya bisa mencelikkan mata dan hati nurani para pemangku kebijakan di negeri ini.
Ping-balik: Korporatisasi: Asal Muasal & Peran | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Pemerintah Yang Menenggelamkan Rumah Rakyatnya | Korporatisasi
Ping-balik: Bisnis PCR Pejabat: Hipokrisi Pengusaha Berpolitik | Korporatisasi