Menulis 32 Tahun: Majalah Kiprah


SMA 1 Caruban 1988. Papan kayu seukuran papan tulis. Politur coklatnya sudah kusam. Pelindungnya berupa anyaman kawat sudah berkarat. Sangat sederhana. Tetapi saya suka sekali berlama-lama menatapnya. Berdiri serius membaca tulisan yang menempel nyaris memenuhi seluruh permukaannya.

Awal duduk di bangku kelas 2 saya terpilih menjadi ketua 0SIS. Dalam semangat memajukan organisasi intra sekolah itu, pikiran saya tertuju pada papan sederhana itu. Mengapa tidak diubah menjadi majalah cetakan? Demikian ide dasarnya. Irine Cornelia Indhira Nigraha, kawan sekolah “penguasa” majalah dinding itu pun antusias. Segeralah saya bersama kawan-kawan pengurus OSIS, termasuk si “penguasa” majalah dinding itu,  menyusun proposalnya.

Salah satu yang membuat antusias adalah bahwa sekolah idaman anak-anak Caruban itu memiliki mesin stensil. Ketika itu mesin stensil adalah sarana yang menjadi jantung proses pembelajaran di sekolah. Bahan-bahan ujian semua dicetak di mesin yang master cetakannya mesti diketik atau dilukis dengan pena khusus.

Nah, proposal pun jadi. Termasuk didalamnya kebutuhan dana bulanan agar bisa mencetak majalah dengan kertas CD stensilan. Tentu saja termasuk biaya master stensil lengkap dengan tinta korektornya yang warna pink dengan bau khas itu. Setelah dikoreksi dan disetujui Pak Sumardi, wakil kepala sekolah urusan kesiswaan, pengurus OSIS pun langsung maju ke kepala sekolah. Tidak butuh waktu lama, Pak Hadi Soejatno, kepala sekolah ketika itu, menyetujuinya. Tentu saja lengkap dengan anggaran dana bulanan agar majalah itu bisa diterima dan dibaca seluruh siswa. Sebagai pengaju proposal, saya ditunjuk oleh sekolah untuk menjadi pimpinan redaksi. Singkat kata, majalah itu mulai terbit tahun 1989. Sampai akhir masa tugas saya sebagai pemred dan ketua OSIS, majalah itu terbit 5 edisi dalam 5 bulan berturut-turut.

&&&

Lantai 9 Gedung Sinarmas Land, 20 Maret 2018. Pagi itu hati saya berbunga-bunga. Penyebabnya adalah kedatangan 2 redaktur majalah Kiprah. Kedatangannya adalah dalam rangka wawancara untuk majalah yang terbit pertama kali pada tahun 1989 itu. Saya diwawancarai seputar bagaimana asal muasal majalah itu sampai terbit pada tahun pertamanya.

Mesin stensil

Mesin stensil manual: Dengan mesin yang harus diengkol dengan tangan secara manual inilah dulu saya dan kawan-kawan Majalah Kiprah belajar menulis dan mengelola penerbitan beserta aspek finansialnya

Ditanyakan juga tentang manfaat dari aktif menjadi redaktur majalah itu pada 32 tahun lalu. Saya sampaikan bahwa sejak menjadi redaktur dan harus terus menulis agar majalah bisa terbit bulanan, saya tidak berhenti menulis. Selain menulis untuk majalah Kiprah, saat SMA saya tiap hari juga menulis di buku harian. Menulisnya dalam bahasa Inggris. Topiknya apa saja yang penting bisa menulis dan bisa mempraktekkan kemampuan bahasa Inggris.

Saat kuliah juga rajin menulis. Menulis buku harian tetap berjalan.  Saya pernah menjadi juara menulis artikel opini di Harian Surabaya Pos. Pada lomba yang digelar koran terbesar pada masanya itu, saya menjadi juara pertama. Hadiahnya adalah piala yang sampai hari ini masih disimpan dengan baik oleh bapak ibu saya di rumah. Plus uang Rp 250 ribu. Tentu ketika itu sangat besar karena uang kuliah di ITS saat itu hanya Rp 120 ribu per semester. Tidak sampai separuh dari uang hadiah itu saya belikan mesin ketik. Tentu akhirnya membuat saya semakin rajin menulis di era yang komputer masih menjadi barang mewah dan langka itu.

Kunjungan redaksi majalah kiprah

Kunjungan dan wawancara adik-adik redaksi majalah Kiprah 20 Maret 2018, alias 30 tahun sejak majalah sekolah itu pertama kali terbit.

Sampai  hari ini saya masih menulis tiap  hari. Yang berbeda hanya kontennya. Dulu menulis masalah sosial kemasyarakatan. Lomba di Surabaya Pos itu topiknya tentang perjuangan Palestina. Saya masih menyimpan guntingan korannya.  Kini menulis tentang sejarah dan strategi korporasi. Sudah ada 11 buku terbit dan lebih dari 2000 artikel saya tulis.

Menulis tentang korporasi membuat saya banyak belajar. Menemukan banyak hal. Salah satunya adalah apa yang kemudian saya sebut sebagai korporatisasi. Korporatisasi adalah proses transformasi dari perusahaan perorangan atau keluarga menjadi korporasi modern yang produknya dipakai oleh masyarakat dunia dari berbagai bangsa. Proses inilah yang kemudian menjadi andalan layanan SNF Consulting, consulting firm yang saya dirikan. Korporatisasi dibutuhkan oleh berbagai perusahaan klien SNF Consulting. Wawancara dengan adik-adik redaktur Kiprah pagi itu juga berlangsung di ruang tamu SNF Consulting, tempat yang biasa digunakan untuk menerima tamu para direksi perusahaan yang sedang atau akan melakukan proses korporatisasi. Semua berawal dari majalah Kiprah. Semua berawal dari menulis. Jika dihitung,  berarti saya telah mengantongi 32 tahun “jam terbang” menulis.

&&&

Bersyukur sekali saya menjadi pemred majalah Kiprah. Ngomong besarnya, keahlian menulis itulah yang kini menjadi sarana membangun kemanfaatan untuk masyarakat luas di bidang manajemen korporasi.  Ngomong sederhananya, keahlian itulah yang kini menjadi sarana untuk nafkah istri dan delapan anak-anak saya. Alhamdulilah 4 diantaranya sudah lulus dan sedang proses belajar di kampus luar negeri di negara-negara yang berbeda-beda. Empat lainya sedang persiapan mengikuti jejak kakak-kakaknya.

majalah kiprah 2019

Cover Majalah Kiprah edisi 2019

Bersyukur sekali saya menjadi pemred majalah Kiprah – OSIS bersama Suraji, Lailin, Yuni Puji, Iriene, Kustin, Intan, Suraji, Nanang, Gatot, Hari, Joko, Endah, Triana, Decky, Gesti, Jety, Yanto, Sapta,  dan masih banyak lagi.  Tentu juga bersyukur berkesempatan menempuh pendidikan di sekolah yang tanggal 1 Agustus nanti memperingati ulang tahunnya yang ke-50 itu. Bersyukur karena menjadi murid Pak Mardi, Pak Hadi Soejatno, Bu Lilik, Pak Alex, Bu Lasmini, Pak Tedjo, Pak Joko, Pak Paryanto, Pak Muhadi, Bu Andi, Bu Maria, Bu Warti, Pak Kasijoen, Pak Wasis, Pak Sinarwadi, Pak Sadirin, dan semua bapak ibu guru ketika itu. Semoga adik-adik sampai kapanpun tetap bisa merasakan apa yang saya rasakan. Dirgahayu almamaterku…..

Diskusi tentang Korporatisasi? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

*)Artikel ke-275 ini ditulis pada tanggal 28 Juli 2020 oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting

2 responses to “Menulis 32 Tahun: Majalah Kiprah

  1. Selamat siang Pak Imam,
    Perkenalkan saya Alit putri. Maaf jika bahasan saya keluar dari topik tulisan Bapak.
    Saya hanya ingin menanyakan tentang ibu Irine Indhira Nigraha.
    Jika berkenan, bolehkah saya meminta kontak beliau jika Bapak masih menjalin hubungan pertemanan dengan beliau.
    Sudah hampir 8 tahun kami hilang kontak.
    Terimakasih Pak Imam. Sehat selalu.

    Salam,
    Alit

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s