“Pembicara kunci kita hari ini adalah pak CT, owner Bank Mega”, “Kita sambut pembicara sesi berikutnya, pak Hermanto Tanoko, owner cat Avian”, “Pak Prabowo memiliki 250 ribu hektar tanah di Aceh”, “90% tanah di negeri ini dimiliki oleh 1% penduduk”. Ini adalah beberapa pernyataan yang sering sekali muncul dalam pembicaraan terkait bisnis. Banyak yang menganggapnya benar. Padahal salah fatal.
Kesalahannya sangat mendasar dan akibatnya fatal. Mendasar karena kesalahannya bersifat paradigma. Kesalahan cara pandang. Akibatnya menjadi sangat panjang. Kesalahan ini akan terbawa dalam setiap sikap keputusan bisnis atau investasi atau yang terkait keduanya. Dan ketika yang melakukan kesalahan itu banyak orang bahkan selevel presiden, akibatnya adalah prestasi bisnis negeri ini juga payah. Korporasi-korporasi negeri ini tidak tumbuh secara eksponensial sebagaimana semestinya.
&&&
“Pak Iman, kalau kita punya properti berupa tanah dan bangunan sebaiknya diatasnamakan siapa? Perusahaan atau pribadi?” Ini adalah sebuah pertanyaan yang muncul pada sebuah grup WA. Saya tidak langsung menjawabnya. Tetapi justru saya tanya balik. Begini kurang lebih dialog selengkapnya.
T: Pak Iman, kalau kita punya properti berupa tanah dan bangunan, sebaiknya diatasnamakan siapa? Perusahaan atau pribadi?
J: Sebentar, siapa yang dimaksud “kita” pada pertanyaan tersebut? Pendiri? Komisaris? Direksi? Pemegang saham? Atau perusahaan? Prinsip dasarnya, aset harus berupa tanah dan bangunan harus diatasnamakan pemiliknya. Jangan diatasnamakan pihak lain. Jika milik direktur pastikan dinamakan si direktur. Demikian juga jika milik si komisaris, pendiri, atau pemegang saham. Jika milik perusahaan mesti diatasnamakan perusahaan.
T: Asetnya milik pendiri tapi dipakai perusahaan.
J: Kalau memang milik pendiri ya harus atas nama pendiri. Jika dipakai perusahaan maka statusnya mestinya ada transaksi sewa-menyewa antara pendiri dan perusahaan. Tapi jika mau lebih baik mestinya tanah tersebut diimbrengkan ke perusahaan. Maksudnya, tanah dijadikan sebagai setoran modal si pendiri ke perusahaan. Secara legal, prosedurnya detailnya bisa ditanyakan kepada notaris setempat. Memang ada biaya sekitar 7% dari nilai tanah yang diakui sebagai modal setor. Tapi ini akan menjadi dasar untuk proses korporatisasi lebih lanjut. Menjadi dasar bagi perusahaan untuk menapaki 8 langkah siklus hidup perusahaan (corporate life cycle, CLC) sampai menjadi korporasi sejati.
T: Bagaimana jika tanah dibeli dari laba perusahaan?
J: Uang dari laba perusahaan adalah sepenuhnya milik perusahaan. Maka jika uang tersebut dibelikan properti berupa tanah dan bangunan, mestilah diatasnamakan perusahaan. Dalam jual beli uang berpindah dari tangan pembeli kepada penjual. Sebaliknya barang yang diperjualbelikan berpindah dari tangan penjual kepada pembeli. Karena uangnya milik perusahaan (sebagai pembeli) maka tanah harus menjadi milik perusahaan. Jika ternyata diatasnamakan pihak lain baik itu direktur, komisaris, pendiri atau pemegang saham, berarti telah terjadi pelanggaran hak perusahaan. Telah terjadi pelanggaran hukum. Bisa masuk sebagai kasus penggelapan dan bisa berujung penjara. Mengapa? Karena perusahaan adalah sebuah makhluk hukum (legal entity) yang memiliki hak dan kewajiban setara dengan orang. Di mata hukum, perusahaan berbadan hukum PT sebagai legal entity memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan pendiri, direktur, komisaris dan pemegang saham. Ingat, pintu masuknya uang laba perusahaan kepada pemegang saham adalah melalui dividen. Pintu masuknya uang dari pendiri atau pemegang saham kepada perusahaan adalah setoran modal. Dan mesti dipahami bahwa pendiri perusahaan itu sifatnya historis belaka. Tidak memiliki posisi fungsional dalam perusahaan. Tidak memiliki hak dan kewajiban dalam sebuah perusahaan.
&&&
Pembaca yang baik, kesalahan pencampuradukan antara aset perusahaan dengan aset pendiri, direktur, komisaris atau pemegang saham itu berakibat baruk. Berikut ini paling tidak tiga akibat buruk itu. Akibat pertama, perusahaan akan sulit mendatangkan investor melalui proses korporatisasi. Perusahaan sulit menerbitkan saham sebagai sarana scale up. Perusahaan tidak bisa melaju dengan pertumbuhan aset lebih dari 5x laba sebagai langkah ke-6 dalam CLC. Mengapa? Tentu saja investor akan takut memasukkan aset pada perusahaan yang asetnya sulit dipertanggungjawabkan.

Akibat kedua, perusahaan akan sulit mendapatkan opini wajar tanpa perkecualian (WTP) saat diaudit oleh akuntan publik. Padahal WTP adalah tuntutan investor untuk mengamankan aset yang telah digelontorkannya pada sebuah perusahaan. Kantor akuntan publik (KAP)-nya pun tidak bisa sembarangan. KAP hauslah yang memiliki kredibilitas cukup di mata para investor. Itulah mengapa KAP yang dipercaya dunia bisnis adalah apa yang disebut big four. Ini terjadi karena bisa dikatakan bahwa daftar pemegang saham perusahaan besar mana pun pasti selalu ada nama investor dari negeri Paman Sam. Empat belas dari 20 perusahaan investasi dengan aset terbesar dunia adalah dari USA. Semua big four adalah dari USA.
Akibat ketiga adalah pembodohan kepada masyarakat. Pernyataan bahwa 90% tanah di negeri ini dikuasai oleh 1% penduduk adalah pembodohan. Pernyataan bahwa Pak Prabowo memiliki 250 ribu hektar tanah di Aceh dan 150 ribu hektar di Kalimantan timur pada debat capres 2019 dan diangkat kembali pada debat capres 2023 dengan angka 340 ribu hektar bahkan mendekati 500 ribu hektar adalah pembodohan. Pernyataan itu muncul karena yang mengatakan tidak bisa membedakan antara orang dan PT. Sesuai undang-undang beserta peraturan yang ada, orang pribadi tidak memungkinkan memiliki lahan seluas itu. Yang bisa memiliki lahan dengan luasan ratusan ribu hektar bahkan tanpa batas adalah PT. Mustahil Pak Prabowo memiliki tanah seluas itu. Baru mungkin jika yang dimaksud adalah perusahaan yang didirikan atau sahamnya dimiliki pak Prabowo. Artinya, orang yang mengatakan demikian pastilah tidak paham Undang-undang PT. Tidak paham kedudukan PT sebagai makhluk hukum. Tidak paham Undang-undang Agraria.
Pembodohan masyarakat berakibat kesalahan berjamaah dalam mengambil keputusan hukum terkait aset. Akibat berikutnya adalah lambatnya perkembangan dunia bisnis Indonesia. Indonesia yang sudah merdeka 78 tahun dengan lebih dari 200 juta penduduk baru bisa memunculkan 8 perusahaan terbesar dunia berdasarkan urutan laba, omzet, aset dan nilai pasar. Kalah jauh dengan Singapura yang baru merdeka tahun 1965 dengan sekitar 5 juta penduduk. Singapura memasukan 14 perusahaan dalam daftar tersebut. Baca tulisan selengkapnya pada Forbes 2000 tahun 2023.
Pembodohan tersebut juga berakibat regulasi di negeri ini tidak pro pertumbuhan korporasi (perusahaan). Padahal korporasi adalah ujung tombak dalam persaingan ekonomi antar bangsa. Korporasi adalah pilar utama penguatan mata uang suatu negara. Pertumbuhan korporasi melalui proses korporatisasi adalah syarat mutlak turunnya tingkat bunga kredit menjadi sekitar 3% seperti pada negara-negara maju.
Bagaimana? Anda sudah paham? Maka sejak saat ini hindarkan diri dari pernyataan-pernyataan seperti yang saya tulis pada alinea pertama tulisan ini. Hindari mengatakan, “Pembicara kunci kita hari ini adalah pak CT, owner Bank Mega”, “Kita sambut pembicara sesi berikutnya, pak Hermanto Tanoko, owner cat Avian”, “Pak Prabowo memiliki 250 ribu hektar tanah di Aceh”, “90% tanah di negeri ini dimiliki oleh 1% penduduk” Hindari jauh-jauh jauh. Ingat, kata-kata menunjukkan isi kepala. Kata-kata menunjukkan paradigma. Kata-kata menunjukkan visi. Kata-kata adalah afirmasi. Ayo berubah!
Artikel ke-418 karya Iman Supriyono ini ditulis pada tanggal 11 September 2023 di kabin pesawat Airbus 320 dalam penerbangan dari bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta menuju bandara Kuala Namu Medan.
Diskusi lebih lanjut sekaligus berjejaring dengan para pelaku bisnis dan investassi? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Regulasi di negeri ini tidak pro pertumbuhan korporasi (perusahaan), apakah sudah pernah dibahas apa saja regulasi penghambatnya?
Beberapa sudah misalnya tentang bunga bank yang ada di link pada tulisan di atas
Ping-balik: Ditangkap KPK: Karen Agustiawan Merugikan Negara? | Korporatisasi
Ping-balik: Notaris dan Perjanjian: Paradigma Korporasi | Korporatisasi
Dan mirisnya statement misleading kepemilikan 340k hektar tanah itu keluarnya dari orang berbackground pendidikan ekonomi. Semoga saya salah. Semoga itu tidak disengaja. Semoga hanya sekedar salah data. Tapi apa iya..
Ping-balik: NU Muhammadiyah Tidak Akan Mengelola Tambang | Korporatisasi
Ping-balik: Ditangkap KPK: Direksi ASDP Merugikan Negara? | Korporatisasi
Ping-balik: Yayasan Paripurna: Siklus Hidup | Korporatisasi
Ping-balik: Saham Haram: Pasar Primer, Sekunder dan Derivatif | Korporatisasi