Jebloknya Semen Indonesia Setelah 5 Tahun Akuisisi Holcim


Tahun 2019 Korporatisasi.com pernah memuat tulisan tentang akuisisi Semen Indonesia (SI) terhadap Holcim Indonesia (HI). Dalam tulisan itu disampaikan bahwa akuisisi Hi adalah transaksi yang sangat mahal. Adalah sebuah aksi korporasi yang merugikan. Silakan baca tulisan selengkapnya di sini. Kini, lima tahun setelah akuisisi, mari kita lihat kinerja SI. Apakah tulisan Korporatisasi.com 5 tahun lalu itu terbukti? Atau SI mampu mengatasi akuisisi merugikan itu dengan baik? Mari kita lihat kinerjanya. Saya akan menuliskannya dalam format poin-poin.

  1. Nilai (market value)  HI pada akhir 2018 adalah Rp 14,4 triliun. Nilai semen Indonesia saat itu adalah Rp 77,9 triliun. ini adalah nilai sebelum akuisisi.
  2. Karena SI mengakuisisi 80% saham HI maka nilai pasar yang diakuisisi oleh HI adalah Rp 11,5 triliun. Dengan demikian nilai pasar penjumlahan antara pengakuisisi dan yang diakuisisi sebelum terjadi akuisisi adalah Rp 89,4 triliun.
  3. Bagaimana nilainya hari ini? Begitu diakuisisi, laporan keuangan HI menjadi bagian dari laporan keuangan SI dalam laporan konsolidasi. Tentu saja sudah dikoreksi hak minoritas. Maka, nilai pasar SI pasca akuisisi sudah mencakup nilai 80% nilai HI (saat ini 83%). Saat ini nilai pasar SI adalah Rp 28,3 triliun. Menurun 64% dibanding nilai sebelum akuisisi.
  4. Nilai pasar adalah  nilai yang dinikmati pemegang saham. Salah satu pemegang saham terbesar SI adalah pemerintah Republik Indonesia. Maka, penurunan nilai 64% itu bisa disebut sebagai kerugian pemerintah atas transaksi akuisisi 5 tahun lalu itu.
  5. Nominal kerugian seluruh pemegang saham adalah Rp 61,1 triliun. Karena saat ini pemerintah memegang 51,2% maka pemerintah menanggung kerugian sebesar Rp 31,3 triliun. Itulah kerugian yang dihitung dari nilai pasar atas aset pemerintah berupa 3 457 023 005 lembar saham Semen Indonesia
  6. Bagaimana kinerja manajemen setelah 5 tahun akuisisi? Ukuran final kinerja manajemen adalah laporan keuangan. Mari kita lihat. Omzet sebelum akuisisi yaitu tahun 2018 adalah Rp 30,7 triliun. Dengan akuisisi tahun 2019 omzet menjadi Rp 40,4 triliun alias naik 32%. Labanya turun 23% dari Rp 3,1 triliun menjadi Rp 2,4 triliun. Asetnya naik 57% dari Rp 50,8 triliun menjadi Rp 79,8 triliun.
  7. Kenaikan omzet jauh lebih rendah dari kenaikan aset. Artinya aset yang digunakan untuk akuisisi berkontribusi omzet yang lebih rendah dari pada aset yang digunakan sendiri oleh SI untuk menjalankan bisnis sebelum akuisisi.
  8. Laba mengalami penurunan. Artinya dana yang digunakan untuk mengakuisisi HI oleh SI menghasilkan laba yang lebih sedikit dibanding ketika aset itu dipakai sendiri oleh SI sebelum akuisisi. Return on asset (ROA) mengalami penurunan.
  9. Rendahnya kenaikan omzet dibanding kenaikan aset maupun ROA yang menurun dalam sebuah transaksi akuisisi adalah sesuatu yang bisa ditoleransi. Mengapa? Karena akuisisi yang diharapkan menghasilkan sinergi (istilahnya, 1+1 >2) tentu tidak bisa langsung dinikmati dalam waktu singkat setahun setelah akuisisi. Maka, untuk melihat apakah efek sinergi dengan akuisisi ini berjalan dengan baik atau tidak mari kita lihat laporan keuangan 2023.
  10. Sesuai laporan teraudit omzet SI tahun 2023 adalah Rp 38,7 triliun. Dengan demikian pertumbuhan majemuk rata-rata tahunan (CAGR) untuk omzet dari tahun 2019 adalah minus 1%. Artinya, boro-boro sinergi, yang terjadi malah sebaliknya. Akuisisi justru menggerogoti kinerja. Salah satu penjelasan mengapa bisa terjadi semacam ini adalah adanya over capacity di industri semen. Sebagai pemegang pangsa pasar tertinggi sebelum akuisisi, SI malah melakukan peningkatan pangsa pasar lebih tinggi lagi melalui akuisisi. Akibatnya, SI mendominasi dampak buruk akibat over capacity industri semen.
  11. Jadi, baik dari nilai perusahaan maupun dari kinerja manajemen, akuisisi Hi oleh SI adalah keputusan manajemen yang salah. Analisis SNF pada artikel di atas terbukti setelah 5 tahun akuisisi.
  12. Pertanyaannya, siapa yang bersalah dalam akuisisi? Apakah direksi yang ketika itu memutuskan akuisisi bisa dipersalahkan? Akuisisi dilakukan dengan nilai USD 1,7 miliar atau setara Rp 26 triliun. Ketika itu aset bersih (ekuitas) SI (sebelum akuisisi) adalah Rp 32,6 triliun. Artinya, nilai akuisisi sudah melebihi batas otoritas direksi berdasar Undang Undang PT yaitu 50% aset bersih (ekuitas) perusahaan. Dalam hal melakukan transaksi melebihi batasan ini, sesuai UUPT direksi wajib minta ijin kepada RUPS. Nah, jika ini sudah dilakukan maka keputusan akuisisi adalah keputusan RUPS. Dengan demikian akuisisi merupakan keputusan para pemegang saham. Maka, direksi tidak bisa dipersalahkan atas transaksi akuisisi ini. Tugas direksi hanya menyampaikan proposal akuisisi kepada RUPS. Keputusan sepenuhnya ada di tangan RUPS.
  13. Bagaimana dengan komisaris? Apakah bisa dipersalahkan? Tugas komisaris adalah mengawasi dan memberi nasihat kepada direksi. Tinggal dicek. Apakah komisaris sudah memberikan nasihat dan mengawasi keputusan direksi saat keputusan akuisisi dibuat? Kalau sudah maka tanggung jawab komisaris juga sudah tertunaikan dengan baik. Komisaris sudah terbebas dari tanggung jawab kerugian sampai harta pribadi sebagaimana termaktub dalam UUPT.
  14. Andai mau tetap ditelusuri, yang bertanggung jawab terhadap keputusan ini adalah orang atau pejabat yang mewakili pemerintah sebagai pemegang saham. Orang atau pejabat inilah yang harus dimintai pertanggungjawaban. Tentu saja tanggung jawab ini akan gugur jika pejabat yang tersebut bisa membuktikan bahwa keputusannya dalam RUPS tentang akuisisi tersebut sudah mengikuti seluruh aturan yang terkait.
Sesal kemudian tiada guna. Ini namanya biaya kebodohan. Bukan biaya belajar.

Pembaca yang baik, akuisisi HI oleh SI tahun 2019 adalah pelajaran penting strategi korporasi. Anda para direktur, komisaris, pendiri dan pemegang saham bisa menikmati bahan belajar ini tanpa harus mengalaminya sendiri. Inilah pentingnya tulisan ini hadir untuk Anda para pembaca. Untuk lebih terang benderang beserta perhitungan teknis stratejiknya, silakan pelajari lebih detail aspek dasar keputusan akuisisi melalui kelas korporatisasi.  Semoga bermanfaat. Jayalah korporasi Indonesia.

Artikel ke-464 karya Iman Supriyono ditulis di kantor pusat SNF Consulting di Jalan Pemuda Surabaya pada tanggal 20 Agustus 2024

Baca juga:
Merger dan Akuisisi Adalah Transaksi RPD
Merger dan Akusisi: Mengapa Ekonomi Kita Dikuasai Asing
Merger Gojek Tokopedia
Valuasi dan Merger Tokopedia
Merger dan Akusisi BUMN
Filosofi Merger Akuisisi

Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram  atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi

Tinggalkan komentar