Nadiem Makarim Menteri: Kita Untung atau Buntung?


Sedang berhembus kencang: Nadiem Makarim  akan menjadi menteri. Banar apa tidak masih menunggu pengumuman resmi. Tapi sudah jadi trending topic. Pertanyaannya, apakah ditariknya pendiri dan CEO Gojek itu menjadi menteri menguntungkan bangsa ini secara ekonomi? Atau justru kita sebagai bangsa buntung? Mari kita cermati.

Pertama, walaupun telah disebut-sebut sebagai decacom, Gojek masih berada pada posisi perusahaan start up. Gampangnya, start up adalah perusahaan dengan konsep baru yang masih mencari jati diri. Masih mencari bentuk. Masih mencari DNA. Melakukan perbaikan dan penyesuaian sana sini agar untuk menjadi perusahaan mapan. Ciri kemapanannya adalah menghasilkan omzet dan laba meningkat stabil.

Apakah Gojek sudah mencapainya? Karena belum tercatat di lantai bursa tentu publik tidak bisa mendapatkan informasi yang cukup. Namun demikian, sebagai orang yang sehari-hari bekerja menelanjangi perusahaan saya berani menarik kesimpulan. Dan saya yakin akan akurasi kesimpulan itu. Dari gerak gerik dan strateginya di dunia bisnis bisa disimpulkan bahwa Gojek belum laba. Gojek masih rugi.

IMG_20191023_080228-min

Gojek harus bersaing head to head dengan Grab yang telah lebih dahulu berekspansi ke berbagai negara. Di berbagai negeri juga sudah hadir Uber dan Lift. Tentu tidak mudah memenangkan persaingan dengan mereka tanpa kerja keras all out Nadiem Makarim. Jangan biarkan negeri ini buntung.

Kedua, sebagai perusahaan start up dengan posisi seperti di atas, Gojek harus bekerja keras menjaga satu dari dua hal.  Segera memperoleh laba atau tetap memperoleh kepercayaan investor untuk tambahan suntikan modal. Jika salah satu dari keduanya tidak diperoleh Gojek akan mati seperti matinya OFO bike rental. Artinya, Gojek masih dalam risiko tinggi. Dalam kondisi seperti ini, hanya sang pendiri lah yang paling berkompeten untuk menanganinya. Pendiri lah yang berkompeten menjadi CEO alias direktur utama dalam istilah hukum kita.

Ketiga, sudah dipahami dan sering dikeluhkan bahwa pemegang saham Gojek adalah perusahaan-perusahaan investasi (Investment company, IC) asing. Mereka sedang “menaruh pompa” untuk kelak mampu menyedot uang dari konsumen RI. Yang berjiwa nasionalis tentu bersikap bahwa ini harus dikoreksi. Saya yang saat muda aktif di Pramuka dan digembleng dengan nasionalisme termasuk barisan yang bersikap seperti ini.

Makarim sebagai pendiri dan CEO Gojek berada pada kondisi puncak untuk mampu meyakinkan masyarakat negeri ini agar menjadi investor. Jika butuh suntikan dana Rp 10 triliun melalui penerbitan saham baru misalnya, Makarim punya cukup kapasitas untuk menggerakkan 1 juta WNI untuk berinvestasi masing-masing Rp 10 juta. Apalagi kalau pelaksanaannya melibatkan orang seperti Sandiaga Uno yang memang sudah berpengalaman mendirikan dan  memimpin perusahaan investasi yaitu Saratoga. PaduanMakarim-Sandi memiliki segala yang dibutuhkan agar saham Gojek dimiliki oleh investor lokal.

Keempat, ibarat permainan bola, selama ini Makarim bertindak sebagai pemain. Kehandalanya pada posisi ini sudah diakui. Tetapi permainan belum selesai. Sebagaimana poin diatas Gojek masih dalam risiko tinggi. Dalam kondisi seperti ini tentu sangat riskan jika Makarim harus meninggalkan posisi sebagai pemain dan beralih menjadi wasit.

Menteri adalah wasit bagi para pelaku bisnis. Mestinya yang menjadi wasit adalah para profsional dibidangnya. Siapa itu? Mereka adalah para politisi full time berintegritas. Orang orang yang sejak muda menekuni karir sebagai politisi seperti para pendiri negeri ini. Beri mereka kesempatan. Jangan patahkan perjuangan mereka dengan menjadikan para pebisnis sebagai pemain cabutan. Kita harus mendukung orang-orang yang sejak mahasiswa telah mempertaruhkan hidupnya sebagai politisi. Di kalangan muslim ada Fahri Hamzah. Di kalangan kiri ada Budiman Sujatmiko misalnya. Orang-orang seperti ini harus diberi kesempatan.

Kelima, semua orang yang masih punya jiwa nasionalisme di dadanya pasti menginginkan negeri ini unggul dalam percaturan antar bangsa. Hanya saja orang banyak yang tidak faham bahwa ujung tombak persaingan antar bangsa adalah berada di tangan perusahaan-peruahaan negeri itu. USA datang kemari melalui McDonalds, Starbucks, KFC, Pizza Hutt, Boeing, Google, Ford, Android, Microsoft, Facebook, Istagram, LinkedIn, Nike, Apple, Sequoia, Citibank, Chevron, Youtube dan sebagainya. Datang melalui perusahaan-perusahaan. Bukan melalui Trump atau para menterinya yang berganti tiap empat tahun sekali itu. Jepang datang kemari melalui Toyota, Honda, Yamaha, Hitachi, Soft Bank, Jtrust, dan sebagainya. Korea datang melalui Hyundai, KIA, Samsung dan sebagainya. Bukan melalui pemerintah. Bukan melalui politisi.

Ekonomi itu seperti permainan bola. Pemenang bukanlah kesebelasan yang gawangnya tidak dibobol lawan. Pemenang adalah kesebelasan yang membobol gawang lawan lebih banyak dari pada gawangnya dibobol lawan. Kalo USA, Jepang Korea dan sebagainya sudah “membobol” gawang kita, maka semestinya kita harus bekerja keras untuk “membobol balik” melalui perusahaan-perusahaan kita. Gojek harus hadir di lebih dari 100 negara seperti Facebook atau Google. Saratoga harus hadir di berbagai negara seperti Softbank atau Berkshire Hathawai. Dan itu tentu tidak mudah dikerjakan oleh orang selain Makarim atau Sandi. Dibutuhkan kerja keras full time habis habisan membesarkan perusahaan lintas bangsa.

Logo SNF Consulting dengan tag line korporatisasi

Itulah lima poin yang mengarahkan kita pada sebuah  kesimpulan: NKRI rugi besar jika Nadiem Makarim menjadi menteri. Seperti sebelumnya kita juga sudah rugi besar ketika Sandiaga Uno meninggalkan Saratoga dan masuk gelanggang politik. Erick Thohir pun demikian. Mari jaga  nasionalisme. Dukung negeri ini untuk menang dalam pertandingan “sepak bola” ekonomi.  Ibarat kesebelasan, biarlah back menjadi back. Jangan paksa untuk menjadi stricker. Biarlah penjaga gawang tetap menjadi penjaga gawang, jangan seret untuk menjadi penyerang. Kita akan makin kalah.

 *)Artikel ke 232 ini ditulis pada tanggal 23 Oktober 2019  di Surabaya oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting

3 responses to “Nadiem Makarim Menteri: Kita Untung atau Buntung?

  1. Hadirnya pak Nadiem karena iklim inovasi bidang pendidikan di Indonesia yang stagnan, jalan di tempat. Anda belum tau hasil kinerjanya kok belum2 sudah menjustifikasi? Let see the result first.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s