Berangkat dari Caruban jam 11 Malam, Tiba di Nganjuk jam 6 pagi. Ini tentu ekstrim karena perjalanan antara kota berjarak sekitar 35 km itu ditempuh dengan bermobil. Bukan jalan kaki hehehehe. Berarti kecepatannya sekitar 5 Km/Jam. Setara dengan kecepatan jalan kaki santai. Itulah pengalaman seorang tamu keluarga orang tua saya di Caruban, Madiun, hari minggu malam setelah lebaran tahun ini.
Macet jalanan saat lebaran memang luar biasa. Saya sendiri juga merasakannya walaupun tidak sampai seekstrim itu. Saya yakin Anda yang mudik juga merasakannya. Bahkan makin tahun kecenderungannya makin parah.
Siapa yang harus mengatasinya? Tentu saja pemerintah. Pemerintahlah yang memiliki mandat dan setiap hal yang dibutuhkan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di negeri ini. Dengan mandat ini, kekuasaan pemerintah itu sudah “sama” dengan kekuasaan Tuhan kecuali satu hal saja: menghidupkan orang mati. Jika dibutuhkan, pemerintah bisa mengambil uang dari masyarakat baik secara sukarela maupun paksa. Secara sukarela bisa dilakukan melalui pajak. Secara paksa bisa dilakukan melalui pencetakan uang baru yang ujung ujungnya meningkatkan inflasi yang bararti mengambil uang dari seluruh rakyat Indonesia. Bahkan jika dibutuhkan mamaksa orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, pemerintahpun memiliki mandat penuh. Bahkan sampai mematikan orang sekalipun baik melalui jalur hukum maupun jalur senjata yang ada di tangan polisi, tentara maupun intel. Jadi kalau hanya “sekedar” mengatasi kemacetan lalu lintas, mandat pemerintah sudah lebih dari cukup. Hanya satu saja yang tidak bisa dilakukan pemerintah: menghidupkan orang mati.
Terus, bagaimana teknisnya menyelesaikan masalah kemacetan lalu lintas dan tingkat kematian akibat kecelakaan di jalan raya yang kini sudah diatas 70 orang perhari? Tentu ada banyak cara. Salah satunya adalah: memahalkan harga bahan bakar untuk mobil dan motor. Inilah salah satu bentuk kebijakan fiskal. Salah satu bentuk mandat pemerintah dalam bidang ekonomi.
Sederhannya, harga produk yang dibutuhkan masyarakat bisa dikelompokkan menjadi tiga: dilepaskan pada mekanisme pasar, dimahalkan atau dimurahkan. Dilepasan ke pasar untuk produk yang tidak ada urgensinya untuk dihambat atau didorong konsumsinya. Dimahalkan (dengan memajakinya) untuk produk yang harus dihambat konsumsinya karena berbagai alasan. Dimurahkan (dengan mensubsidinya) untuk produk yang harus didorong konsumsinya karena berbagai alasan. Misal: harga nutrisi berupa daging bisa dimurahkan sampai sekitar Rp 20 ribu/kg seperti di Vietnam agar mendorong masyarakat mengkonsumsinya banyak-banyak untuk anak-anak lebih sehat dan cerdas. Harga buku bisa dimurahkan seperti di India untuk mendorong masyarakat lebih gemar membaca. Harga rokok bisa dimahalkan sampai Rp 100 ribu per pak seperti di Singapura untuk menghambat konsumsinya karena membahayakan kesehatan.
Bagaimana kebijakan fiskal untuk mengatasi kemacetan? Pemerintah bisa memahalkan harga BBM agar masyarakat menahan diri untuk tidak banyak menggunakan mobil atau motor pribadi di jalan. Turki misalnya memahalkan harga BBM sampai sekitar Rp 25 ribu per liter. Mungkin Anda akan segera bertanya: apakah tidak timbul gejolak jika harga BBM dimahalkan sampai berlipat-lipat seperti itu? Jika cara ini dipilih, tentu tidak dilakukan seperti membalik telapak tangan. Harus menggunakan cara yang baik seperti ketika pemerintah memahalkan harga minyak tanah berkali-kali lipat beberapa waktu lalu. Masyarakat diajari menggunakan kompor gas. Setelah terbiasa dengan kompor gas, barulah harga minyak tanah dinaikan berkali-kali lipat dan sama sekali tidak ada gejolak.
Untuk memahalkan harga bensin dan solar, tentu harus dilakukan dengan baik pula. Caranya: perbaiki dan murahkan terlebih dahulu angkutan umum seperti bus dan kereta api. Teknisnya bisa pemerintah membayar gaji seluruh supir angkutan umum, menegerikan perusahaan angkutan umum, atau membayari sebagian besar harga tiket kendaraan umum yang dipakai masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan terbiasa dan lebih suka menggunakan angkutan umum. Barulah setelah itu harga bensin dan solar dinaikan bahkan bisa-berkali lipat tanpa gejolak. Tidak macet!
Tulisan ini juga dimuat di Majalah Matan, Terbit di Surabaya, Septermber 2013
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Atau ikut KELAS KORPORATISASI
Baca juga:
Giant Tutup: Menemukan kembali RPD
Korporatisasi perusahaan keluarga
Korporatisasi menghindari pseudo CEO
Waskita Beton digugat pailit: anak sakit induk sakit
Harapan BSI, nyata atau fatamorgana
BUMN berjamaah merger akuisisi
Wika gali lobang tutup lobang
SWF antara harapan dan belenggu
Corporate life cycle
Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat dan Bangsa
Korporatisasi: Asal Muasal
bolanya ada di “pakde brengos” (jujur takut pak, jangankan mikiri public need, bayangan gelap “kapal keruk” agak sulit dihilangkan
hehehehe….moga kedepan jadi lebih baik