Dalam realitas kedupan modern, yayasan adalah sebuah makhluk hukum alias legal entity. Yaitu sesuatu yang secara hukum memiiki kedudukan sama dengan manusia. Bisa melakukan perbuatan hukum seperti menjual, membeli, membuat perjanjian, memiliki aset dan sebagainya.
Yayasan yang diperlakukan sebagai sebuah makluk hukum akan menjalani siklus hidupnya. Ada 6 tahap. Tahap pertama adalah berdiri yaitu para pendiri menandatangani akta pendirian di depan notaris.
Para pendiri tentu sudah memiliki maksud atau tujuan didirikannya yayasan. Dan untuk mencapai tujuan itu tentu dibuthkan biaya. Bahkan membuat akta notaris pun membutuhkan biaya. Padahal yayasan belum beroperasi. Belum ada pendapatan. Itulah mengapa tahap kedua adalah rugi. Artinya, biaya belum tertutup oleh pendapatann dari kegiatan yayasan.

Selanjutnya, pengurus akan bekerja keras agar yayasan segera memperoleh pendapatan. Pada yayasan pendidikan misalnya adalah bekerja keras agar memperoleh murid yang cukup. Pegurus akan melakukan product and market fit. Terus memodifikasi layanan agar sesuai kebutuhan pasar. Makin sesuai maka pendapatan akan naik. Pada titik tertentu jumlah pendapatan sudah sama persis dengan beban finansial. Pada saat itulah terjadi tahap ketiga yaitu break event point alias BEP.
Prose product and market fit terus dilanjutkan. Tanda makin sesuai dengan pasar adalah pendapatan yang makin meningkat. Jika yayasan sekolah berarti muridnya makin banyak. Maka, tahap berikutnya, tahap keempat, adalah laba. Artinya, pendapatan yayasan sudah lebih besar dari pada seluruh biaya yang harus ditanggung.
Yayayasan bersifat nirlaba. Maksunya bukan berarti tidak boleh laba. Ingat bahwa laba artinya adalah pendapatan lebih besar dari total biaya. Maka, yayasan secara operasional memang harus laba. Sama dengan perseroan terbatas. Bedanya, laba yaysan tidak boleh diambil oleh siapa pun. Tidak seperti laba PT yang boleh diambil oleh pemegang saham sebagai dividen. Itulah mengapa yayasan tidak mengenal tahap scale up dengan mendatangkan investor melalui penerbitan saham baru seperti pada PT.

Laba tetap berada di yayasan dan tercatat secara akuntansi sebagai laba ditahan. Inilah yang terus akan menjadi bahan bakar bagi yayasan untuk tumbuh dalam pendapatan, aset, dan laba. Pada yayasan sekolah, tanda fisiknya adalah murid yang makin banyak, gedung bertambah, guru makin banyak, karyawan makin banyak dan sebagainya.
Karyawan yang makin banyak secara alami mengakibatkan struktur organisasi yang juga tumbuh. Semula hanya 2 tingkatan yaitu manajemen puncak (pengurus) dan karyawan yang langsung menangani pekerjaan (frontliner). Seiring pertumbuhan jumlah karyawan akan menunculkan manajemen lini pertama, lalu manejemen menengah, lalu manajemen menengah pun bertambah. Suatu saat akan mencapai tahap tahap kelima yaitu terbentuknya sistem manajemen. Cirinya: jika ada karyawan atau pengurus pensiun atau berhenti bekerja karena alasan apa pun, penggantinya adalah salah satu dari bawahan langsungnya. Artinya, kesenjangan kemampuan antara level jabatan sudah sangat kecil. Seperti di militer. Jendral bintang empat yang pensiun penggantinya adalah salah satu jendral bintang tiga. Bintang tiga pensiun penggantinya adalah salah satu bintang dua dan seterusnya samapia ke bawah. Tidak pernah mencari pengganti dari luar.

Setelah sistem manajemen, tahap keeenam alias tahap terakhir adalah yayasan paripurna. Cirinya ada dua. Petama, jumlah pembina sebagai otoritas tertinggi yayasan cukup banyak untuk regenerasi dalam menjaga visi dan program yayasan. Kedua, memiliki dana abadi (endowment fund) yang hasil investasinya cukup untuk menanggung beban finansial yayasan. Contoh yayasan yang sudah seperti ini adalalah Massacusets Institute of Technology (MIT) yang berbadan hukum non profit corporation seperti pada tulisan saya sebelumnya. Anda pengelola yayasan? Sudah berada pada tahap mana?
Artikel ke-479 karya Iman Supriyono ditulis ditulis untuk dan diterbitkan oleh Majalah Matan edisi Juni 2025 dengan beberapa perubahan.
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Baca juga:
Hayyu x ACR: Perusahaan Dakwah
Kumowani: Blunder Nazir Sebagai Start Up
ACR X Hayyu: RUPS dan Dividen Pertama
Wakaf ACR: Fulbright Dari Timur
Wakaf Korporat: Model Bisnis Sociopreneur
Wakaf Uang
RPD: Peredam Risiko Investasi Wakaf
Wakaf Agar Rp 10 T Tidak Melayang Tiap Tahun
Wakaf Alumni: Sahabat di Sekolah Sahabat di Surga
Kesalahan Wakaf Saham dan Perbaikannya
Konversi Kotak Infaq ke Kotak Wakaf
Wakaf Modern: Keabadian Amal dan Pertumbuhan Ekonomi
Penyesalan Pemilik Aset
Investee Wakaf Berkualitas
Beasiswa LPDP: Dana Abadi atau Dana Menguap?
Hayyu x ACR: Perusahaan Dakwah
Peredam Risiko Investasi Wakaf
Wakaf Modern Untuk Keabadian Amal dan Kemerdekaan Ekonomi
Konversi Kotak Infaq ke Kotak Wakaf
Kesalahan Wakaf Saham Dan Perbaikannya
Wakaf Untuk Beasiswa: Fulbright Dari Timur
Wakaf Moncer dengan Puasa Infaq
Wakaf Para Alumni untuk Adik Kelasnya
Wakaf Agar Rp 10 Triliun Tidak Melayang Tiap Tahun
Wakaf Uang
Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat dan Bangsa
Korporatisasi: Asal Muasal
Ping-balik: Yayasan Versus Perkumpulan: Sekolah Kampus Ikatan Alumni | Korporatisasi