Lima ratus tiga puluh enam milyar. Rp 526 M. Itulah nilai uang royalti yang harus disetor oleh Unilever Indonesia atas pemakaian merek-merek milik Unilever NV Rotterdam tahun 2012 lalu. Itulah berita yang dirilis oleh Harian Bisnis Indonesia 9 April 2013. Jumlah itu masih ditambah dengan Rp 402 M sebagai biaya jasa. Total Rp 938 Milyar. Angkanya klop dengan laporan keuangan resmi eminten berkode UNLV yang menyebut total Rp 939,6 Milyar pada pos biaya royalti dan jasa. Selisih terjadi karena pembulatan.
Royalti harus dibayar karena Unilever Indonesia menggunakan merek-merek yang dimiliki Unilever NV Rotterdam. Ada banyak sekali merek yang hingga kini masih terus dipakai. Merek-merek milik perusahaan beromset 51 Milyar Euro itu sangat digemari masyarakat. Berikut ini beberapa diantaranya: Sunsilk, Lux, Axe, Rexona, Dove, Omo, Surf, Lipton, Blue Band, Walls, Paddle Pop, Royco, Sariwangi, Magnum, Pepsodent, Pond’s, Rinso, Sunlight, Close-up, Domestos, Vaseline, dan Lifebuoy. Saya hanya menuliskan merek yang dikenal disini. Masih banyak merek yang tidak dikenal atau tidak diedarkan di Indonesia.
Rp 939,6 M…..besar atau kecil? Mari kita bandingkan. Nominal itu setara dengan uang gaji UMR setahun dari 35 ribu lebih karyawan di Jakarta. Angka itu jauh lebih tinggi dari imbalan kerja dan remunerasi untuk karyawan Unilever Indonesia pada tahun yang sama sebesar Rp 140 Milyar. Besar sekali. Itulah uang yang harus ditanggung oleh konsumen atau masyarakat negeri ini untuk disetorkan ke Negeri Belanda sepanjang tahun 2012 lalu. Besarnya naik 25% dari angka tahun 2011 yang sebesar 754 Milyar. Makin tahun trend-nya terus naik. Makin tinggi.
Itupun baru Unilever NV. Masih banyak “kawan-kawan” perusahaan berkaryawan 171 ribu yang juga beroperasi di negeri ini. Bisa dibayangkan, tiap tahun trilyunan rupiah harus disetor ke negeri-negeri itu. Satu lagi ironi dari ibu pertiwi.
♦♦♦
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan”.
Ayat ke 17 dari Al Qur’an surat Ar-Ra’d (surat ke 13) ini memberi inspirasi hikmah luar biasa terhadap permasalahan royalti merek di atas. Yang bermanfaat kepada manusia akan tetap ada di bumi. Unilever yang berdiri di negeri Belanda pada tahun 1930 adalah salah satu contohnya. Pelajarannya: sebuah merek produk bisa bertahan di muka bumi puluhan tahun tentu karena merek (tentu bersama produk dengan segala atributnya) benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Bagi umat manusia. Jika tidak, merek itu tentu sudah almarhum. Sudah tertelan jaman. Mati.
Jutaan masyarakat Indonesia tiap hari mendapatkan manfaat terus-menerus dari sampo Sunsilk, sabun Lux, sabun Lifebuoy, pasti gigi Pepsodent, detergen Rinso, detergen Surf, sabun cuci Sunlight, margarin Blue Band dan masih banyak lagi. Jika dalam sebuah hadits Nabi SAW menyatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama, maka sebaik-baik merek (tentu beserta produk yang mengikutinya) adalah yang paling bermanfaat bagi umat manusia.
Lalu…apakah dengan demikian berarti kita terima begitu saja mengalirnya uang trilyunan rupiah tiap tahun utuk royalti merek-merek asing itu? Kita terimanya sebagai sebuah takdir? Bagi Anda para pelaku bisnis tentu tidak bisa seperti ini. Ibarat main bola, saat ini gaawng kita telah kebobolan. Nah, cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan segera bangkit dan kemudian membalas lebih banyak memasukkan bola ke gawang lawan. Susun strategi yang jitu sampai pada eksekusinya. Fastabiqul khoirot. Berlomba-lomba dalam kebaikan. Berlomba membangun perusahaan yag mampu menghasilkan merek dengan produk yang bermanfaat kepada umat manusia di berbagai negara. Kita bangun anak perusahaan-anak perusahan untuk memasarkannya di berbagai negara. Kita susun program branding di berbagai penjuru dunia. Untuk akhirnya bisa mengalirkan uang royalti trilyunan tiap tahun ke induk perusahaan di negeri ini. Seperti aliran dana royalti dari unilever Indonesia kepada Unilever NV di negeri belanda. Persis. Hanya aranya kita balik. Nominalnya lebih besar. Itulah kemenangan yang elegan. Tentu butuh kerja keras dan cerdas. Gooool!
Tulisan karya Iman Supriyono ini pernah dimuat di majalah Matan, terbit di Surabaya dengan judul “Unilever” yang kemudian diedit dan delengkapi kembali oleh penulis.
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Baca juga:
Sejarah Bata dan Kalibata Batavile Batanagar
Sejarah Raket Yonex
Sejarah Heinekken Hadir di Indonesia
Sejarah Revlon dan Kepailitannya
Sejarah Korporasi
Sejarah Lions Club
Sejarah Hyundai versus Astra
Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Umat dan Bangsa
Korporatisasi: Asal Muasal
Sejarah Danone Dari Turki Usmani Hadir ke Indonesia
Sejarah Kalsiboard dan Etex Group
Sejarah Embraer si “PTDI” Brazil
Luar biasa kupasannya pak.. begitu menghentak.. anehnya adalah, kebobolandan ikut merayakan kemenangan lawan..
ayoow susun strategi, baik strategi bisnis dan strategi brand yang sama baiknya… siap dan turut mendukung brand local…
terimakasih apresiasinya. moga kita bisa berkontribusi maksimal
Ironis Sekali pak bacanya..
Untuk itulah Indonesia mulai bergerak dg jalan Enterpreneur muda.. mempersiapkan mental2 pembuka Peluang kerja.
Karena dg enterpreneur kita dari background apapun bisa jadi apapun yg diinginkan.
Btw pak. Itu kenapa Lima ratus ‘tiga’ puluh enam milyar nulisnya Rp 526 M? 😀
Salam dari Malang.
ayo bergerak serentak! btw terimakasih atas koreksinya
semua berawal dari niat dan doa. membuat saya berpikir, apa yang bisa saya lakukan? mungkin hanyalah: melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan
siip! moga bisa yang terbaik!
Yang saya tahu dari teman Unair, Unilever juga royal bagi deviden ke para pemegang sahamnya. Laba semua dibagi.
Ciri khas perusahaan yg brsifat cash cow memang demikian
itu adalah ciri khas perusahaan cash cow…
wooooww…. jadi kita ini terus dijajah secara sadar dan sukarela..
ayo…sukarela juga untuk bangkit!
Beginilah keadaan kita ternyata yg selalu tergantung pada negara Lain Dan tidak kreatif. Go go bangkitlah rakyat Indonesia; ban gun Dari tidur panjang Basil penjajahan.
bangkit!
astaghfirullah …. rupanya …. pantesan …..
moga kedepan kta bisa lebih baik…
Sangat menyadarkan. Inspiratif. Ternyata penjajah “alih rupa” dengan bentuk lain yang justru tak banyak disadari.
moga kita bisa memperbaikinya
Ping-balik: Korporasi Nasionalis Pancasilais | Catatan Iman Supriyono
Luar biasa tulisannya, mencerahkan sekaligus memberikan semangat api perjuangan. Semangat terus Cak iman Bapak korporasi Indonesia hehe
Terima kasih apresiasinya. Semangat korporasi Indoneisa