Quiapo di suatu siang tahun 2016. Selepas sholat dhuhur di Manila Golden Mosque, saatnya makan siang. Di kota yang muslimnya minoritas seperti itu, kawasan sekitar masjid adalah tempat yang tepat untuk mencari kuliner halal. Quiapo adalah nama kasawan di mana masjid itu berada. Persis di seberang pintu gerbang masjid yang dibangun atas sumbangan Presiden Libya Muamar Kadafi itu, tampak sebuah resto. Tertulis jelas identitas kehalalannya. Saya pun segera masuk dan memilih menu. Menikmati menu halal di tengah di tengah kesibukan ibukota Filipina yang berpenduduk mayoritas nasrani itu.
Ada yang menarik. Di salah satu sudut resto, tersedialah mi instan dengan kemasan yang sangat tidak asing. Mie Sedaap. Saya pun tertarik untuk membicarakannya dengan petugas resto yang ternyata juga bos resto itu. Sepasang suami istri muslim paruh baya. Terjadilah pembicaraan bersahabat campur-campur antara bahasa Inggris diselingi sedikit-sedikit bahasa Arab.

Dari perbincangan yang hangat, terlihat sekali kesan mereka senang dan bangga dengan Mie Sedap. Produk yang sesuai lidah mereka yang didatangkan dari sebuah negeri muslim terbesar dunia. Mereka bangga bahwa negeri muslim mampu menghasilkan produk makanan kemasan yang bisa dinikmati di negeri minoritas muslim seperti Filipina.
&&&
Adalah hal yang wajar seseorang merasa dekat dengan orang lain karena adanya kesamaan-kesamaan. Orang Jawa di negeri ini merasa dekat dengan Suriname karena banyaknya orang Jawa di sana. Sama-sama jawa. Orang Indonesia merasa dekat dengan orang Malaysia karena sesama rumpun melayu. Orang Indonesia merasa dekat dengan Uzbekistan karena sesama muslim. Maka, wajar juga ketika warga muslim yang tinggal di kawasan Quiapo Manila itu merasa dekat dengan Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam.
Tapi dalam pembicaraan saya sampaikan bahwa pendiri perusahaan yang memproduksi Mie Sedaap bukanlah seorang muslim. Saya tunjukkan semacam permohonan maaf bahwa warga muslim yang mayoritas di Indonesia belum mampu menghasilkan produk seperti Mie Sedaap itu.
&&&
Perusahaan sukses adalah perusahaan yang terus berproses. Dimulai dari pendiriannya kemudian menapaki langkah demi langkah menjadi korporasi sejati. Salah satu penanda korporasi sejati adalah kehadiran perusahaan tersebut pada lebih dari seratus negara. Memberi manfaat kepada masyarakat tanpa batasan suku, ras, agama maupun bangsa. Memberi manfaat bagi umat manusia. Sebaik baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk sesama.
Perusahaan tidak beragama. Yang beragama adalah para pendiri, direksi, komisaris, manajer, karyawan atau para pemegang sahamnya. Untuk pendiri dan pemegang saham, tidak semua juga beragama. Mengapa? Karena pendiri dan pemegang saham perusahaan bisa orang bisa badan hukum. Jika badan hukum tentu saja mereka tidak beragama.
Dengan menjadi sebuah korporasi sejati, para pendiri, direktur, komisaris, manajer, karyawan dan pemegang saham telah membangun kemanfaatan untuk sesama tanpa batas suku, bangsa maupun agama. Dengan posisi ini, topik perbincangan saya dengan bos warung makan halal di Quiapo jadi tidak lagi bernuansa fanatisme agama. Tapi menjadi sebuah perenungan besar tentang konsep berlomba-lomba dalam kebaikan. Tentang fastabiqul khairat.
Sebagaimana yang bisa kita baca pada tafsir Al Azharnya Buya Hamka misalnya, fastabiqul khairat adalah perlombaan antara penganut agama yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat untuk umat manusia. Bukan perlombaan sesama muslim. Bos warung di Quiapo dan para konsumen muslimnya mendapatkan manfaat dari keberadaan Mie Sedaap. Bagi para pendiri Wings Food, produsen Mie Sedaap yang non muslim, ini adalah pencapaian fastabiqul khairat yang luar biasa. Walaupun masih harus diteruskan sampai menjadi korporasi sejati yang hadir di lebih dari 100 negara. Bagi Anda para pelaku bisnis muslim, ini adalah sebuah tantangan. Tantangan untuk membangun perusahaan yang hadir dan memberi manfaat kepada masyarakat luas termasuk non muslim di berbagai bangsa. Tantangan ber-fastabiqul khairat dengan para pendiri Mie Sedaap. Ayo!
Karya ke-400 Iman Supriyono ini ditulis di SNF House of Management, Surabaya, pada awal Februari 2023 untuk Majalah Matan, terbit di Surabaya edisi Maret 2023
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi
Baca juga catatan perjalanan inspiratif lainya:
Jamaah Salahuddin: Intangible Asset
Sudu: Miri Municipal Council
Manokwari: Menang Tanpa Pesaing
Moscow: Korporasi USA
Osh: Pasar Tradisional Kyrgistan
Uzbekistan: Agar Rupiah Laku Dimana-Mana
Ho Chi Minh: Kota Tanpa Mal
Pnom Penh: Hyundai
Makkah: Koperasi KPF
Singapura: Totalitas Melayani
Kuala Lumpur: TKI
Anjing Bangkok: Sahabat atau Musuh
Khao San Road: 7 Pagi 11 Malam
Palembang: Kewaspadaan Korporat
Nha Hang: Hijrah Tumbuh Berpresati
Tanjung Selor Tarakan: Cessna Grand Caravan
Simpadan Ligitan: Tuban