Samuel Oscar Blanc dilahirkan tahun 1883 di Wiscounsin, USA. Tahun 1927 Blanc dipusingkan oleh pipa air buangan yang mampet di apartemen anaknya. Masalah teknis itu menginspirasinya untuk merancang sebuah mesin roto rooter. Selama lima tahun ia bekerja karas, tahun 1933 prototipe mesin berhasil diselesaikannya. Dua tahun dari selesainya mesin itu, Blanc mendirikan Roto Rooter Corporation di Des Moines, USA. Tahun 1937 Roto Rooter menandatangani perjanjian waralaba untuk pertama kalinya. Tahun 1939 Roto Rooter pertama kalinya menggunakan slogan “Razor Kleen”. Tahun yang sama Roto Rooter mulai menggunakan mesin niard ringan untuk mengatasi masalah jaringan pipa bawah tanah. Tahun 1942 iklan Roto Rooter pertama kali tampil di majalah nasional di USA. Tahun 1946 Roto Rooter membuat mesin Roto Rod untuk mengatasi masalah perpipaan municipal. Tahun 1949 iklan TV pertama Roto Rooter tampil di Baltimore, USA. Tahun 1954 meluncurkan lagu “Away go troubles” sebagai jingle perusahaan. Tahun 1955 hak paten mesin roto rooter habis dan penjiplakan bermunculan. Tahun 1980 Chemed Corporation mengakusisisi Roto Rooter dan mencirikan Roto Rooter Services Co. Tahun 1981 meluncurkan produk bahan kimia dan biologi pembersih saluran air. Tahun 1997 meluncurkan website perusahaan. Tahun 2001 meluncurkan layanan penggalian tanah secara nasional. Tahun 2004 Meluncurkan program promosi TV berjudul Ghost Hunter menampilkan sepasang teknisi Roto Rooter. Tahun 2010 Rick Arquila tampil di acar Undercover Boss. Tahun 2013 Roto Rooter memperluas layanan pembersihan saluran air untuk seluruh bagian perusahaan. Tahun 2019 Roto Rooter sebagai perusahaan pembersihan pipa terbesar telah melayani 80% penduduk USA dan 55% penduduk Canada.
&&&
Adakah sobat2 yang punya rekomendasi tukang WC mampet Surabaya timur? Itulah kalimat yang saya tulis sebagai status di media sosial Facebook dari Surabaya 24 Juni 2022. Status yang muncul karena seisi rumah sedang tidak tenang. Masalahnya sepele tapi benar-benar membuat hidup tidak tenteram: WC rumah mampet.
Beberapa hari sebelumnya yang mampet hanya WC kamar mandi depan. Orang seisi rumah masih bisa menggunakan WC kamar mandi belakang untuk menunaikan hajat. Tapi hari itu WC belakang pun mampet. Anda yang yang pernah merasakan suasana rumah saat kondisi seperti ini pasti tahu betapa repotnya.
Selama lebih dari 20 tahun tinggal di rumah ini, peristiwa WC mampet kali ini adalah kedua kalinya. Yang pertama terjadi sekitar sepuluh tahun lalu. Ketika itu masalah ini selesai dengan tukang WC yang saya panggil dari sebuah iklan di koran.
Hari ini pagi-pagi saya menulis status di media sosial Facebook. Ingin membuktikan untuk kesekian kalinya kesaktian media sosial besutan Zuckerberg ini. Dan tidak lama kemudian ada beberapa kawan FB yang memberikan rekomendasi. Salah satunya ada yang memberi link pada sebuah website.
Saya pun klik website itu. lalu saya telepon nomor kontaknya. Sesuai waktu yang mereka janjikan, sebuah mobil van dengan tampilan full branding khas perusahaan besar pun datang. Sebagaimana yang mereka janjikan, mereka datang dengan dua teknisi. Keduanya masih muda dengan balutan seragam profesional elegan. Mereka kemudian menjalankan tugasnya melakukan survei. Tidak butuh waktu lama, kemudian mereka menyampaikan bahwa WC saya bisa diperbaiki dengan biaya tertentu. Dijelaskan dengan cukup detail apa yang akan mereka lakukan, teknologi yang akan digunakan dan berapa lama perkiraan waktu yang dibutuhkan. Sebagaimana yang disampaikan saat saya telepon, Jika setuju tawaran itu maka mereka siap langsung bekerja. Jika saya tidak setuju maka saya cukup membayar ongkos survei sebesar Rp 100 ribu.
Karena ada beberapa rekomendasi yang diberikan oleh sobat-sobat FB, saya juga telepon salah satu nomor yang lain. Nomor seorang tukan WC lokal. Langganan sobat FB dan sekaligus juga sobat off line saya ini menyampaikan akan bekerja dengan ongkos harian. Seluruh alat dan bahan yang dibutuhkan akan dibelikannya dan saya cukup mengganti uang pembelian.
Singkat kata, akhirnya saya pakai yang tukang lokal. Masalah WC selesai dalam waktu dua hari. Persis sama dengan yang ditawarkan oleh perusahaan yang datang dengan mobil van full branding tadi. Dan yang lebih menarik, total biaya yang dihabiskan oleh tukang lokal ini sama persis dengan biaya yang diajukan oleh Roto Rooter.
&&&
Roto Rooter adalah logo mobil van dengan tampilan full branding yang datang ke rumah saya pada alinea di atas. Ya. Dia adalah sebuah korporasi besar dari USA yang hari ini telah berusia 89 tahun. Sebagaimana yang terungkap pada bagian awal tulisan ini, Roto Rooter adalah ahlinya WC dan pipa air buangan yang mampet. Orang Surabaya mengenalnya dengan raja mampet. Kini perusahaan ini telah beroperasi di USA, Canada, Jepang, Filipoina, Mexico, United Kingdom, Hong Kong, China, Indonesia dan Singapura.
Ini salah satu hal yang mesti kita contoh dari USA. Banyak hal sepele yang kemudian menjelma menjadi korporasi besar melayani dunia. Bahkan banyak kasus idenya tidak asli USA. Ada Starbucks dan Coffee Bean padahal kopi pertama kali ditemukan oleh bangsa Etiopia. Ada Pizza Hut dan Domino pizza yang melakukan korporatisasi terhadap makanan tradisional italia. Ada Taco Bell yang melakukan korporatisasi bisnis makanan tradisional Mexico. Ada John Robert Power dan Dale Carnegie yang sukses dengan bisnis pendidikan HRD. Ada Chiquita sebagai korporasi pisang walaupun USA bukan bangsa penanam pisang. Itulah kekuatan korporatisasi. Sampai saat ini USA adalah rajanya. Anda para pengelola perusahaan? Saatnya melakukan korporatisasi. Perbaiki paradigma bisnis. Pelajari ilmunya sampai laa roiba fiih. Sampai tak ada keraguan. Lalu eksekusikan di lapangan sesuai dengan 8 tahap corporate life cycle. Kita bisa!
Tulisan ke-395 Iman Supriyono di web ini. Artikel ini ditulis di kantor pusat SNF Consulting House pada tanggal 26 Desember 2022.
Sebagaimana dalam tulisan saya terdahulu, IPO Gojek adalah pertaruhan hidup dan mati. Cukupkah dana besar hasil IPO mengantarkan perusahaan ini memperoleh laba sebagai langkah keempat dalam Corporate Life Cycle (CLC)? Jika bisa mencapai langkah paling kritis dari 8 langkah CLC ini, Goto akan tetap eksis. Jika tidak, Goto terancam pailit.
Nah, belakangan Goto melakukan PHK cukup besar. Apa arti langkah itu? Positif kah? Atau merupakan tanda bahaya? Apa artinya langkah tersebut bagi pemegang sahamnya seperti Telkom melalui Telkomsel? Saya akan menuliskannya dalam bentuk poin-poin.
Laporan triwulan ketiga 2022 Goto menunjukkan pertumbuhan yang cukup bagus dalam hal pendapatan. Jika sampai triwulan ketiga tahun lalu pendapatannya Rp 3,40 triliun, tahun ini naik lebih dari 2x lipat menjadi Rp 7,97 triliun.
Namun demikian, dibalik sukses melipatgandakan omzet tersebut terdapat biaya penjualan dan pemasaran Rp 11,3 triliun. Naik hampir 3x lipat dibanding tahun sebelumnya Rp 4,71 triliun. Artinya, pertumbuhan omzet masih merupakan hasil dari “bakar uang” berupa biaya penjualan dan pemasaran. Di dalamnya ada biaya promosi sebesar Rp 6,90 triliun. Naik hampir 3x lipat dibanding tahun sebelumnya Rp 2,50 triliun.
Setelah dikenai seluruh beban dan biaya, akhirnya laba periode tahun berjalan Goto adalah minus Rp 20,9 triliun. Naik hampir dua kali lipat dari periode sebelumnya minus Rp 12,3 triliun. Rugi Goto makin dalam.
Uang kas adalah darahnya perusahaan. Arus kas operasional Goto minus Rp 13,84 triliun. Naik hampir 2x lipat dari tahun lalu yang minus Rp 7,17 triliun
Kita lihat neracanya. Modal disetor Goto posisi per 30 September 2022 adalah Rp 1,18 triliun. Naik dibanding posisi akhir tahun lalu yang sebesar Rp 1,14 triliun. Kenaikan ini terjadi karena Goto melakukan IPO awal tahun ini.
Tambahan modal disetor Goto posisi 30 September adalah Rp 240 triliun. Naik Rp 14 triliun dibanding akhir tahun lalu yang sebesar Rp 226 triliun. Rp 14 triliun ini adalah cermin penghargaan para pemegang saham baru (investor) yang memperolehnya melalui IPO terhadap intangible asset Goto.
November 2022 Goto resmi mengumumkan PHK 1300 karyawan. Media menyebut PHK itu mengurangi jumlah karyawan Goto sebesar 12%. Apa arti PHK ini? Jika diasumsikan yang dianggap gaji rata-rata karyawan yang di PHK sama dengan gaji rata-rata seluruh karyawan lain, maka PHK itu akan mengurangi beban gaji Goto sebesar 12% juga. Biaya gaji tiga triwulan pertama tahun ini adalah Rp 11,3 triliun. Maka dengan asumsi tersebut periode yang sama tahun depan akan turun 12% (Rp 1,36 triliun) menjadi Rp 9,94 triliun. Dibandingkan kerugian Rp 20,9 triliun, pemotongan ini tidak berefek signifikan. Juga tidak signifikan terhadap perbaikan minusnya arus kas operasional.
Posisi kas setara kas per 30 september adalah Rp 31,6 triliun. Angka ini tidak jauh berbeda dengan posisi per 31 Desember 2021 yang sebesar Rp 31,2 triliun. Artinya, tambahan dana IPO sudah “menguap” menambal minusnya arus kas selama tiga triwulan ini.
Jika minusnya arus kas operasional tiga triwulan tahun ini yang Rp 13,84 triliun berjalan terus secara rata (setara dengan Rp 4,61 triliun per triwulan) dalam tahun-tahun ke depan, Goto hanya punya waktu 6,85 triwulan alias 20 bulan untuk mampu membayar beban-beban arus kas operasionalnya.
Pertanyaannya, mampukah dalam waktu 20 bulan Goto mengubah arus kas operasional yang minus dalam menjadi positif atau setidaknya tidak minus? Melihat data pertumbuhan omzet dibanding dengan pertumbuhan biaya pemasaran dan penjualannya, sepertinya hampir tidak mungkin mampu. PHK tidak banyak bisa mengerem minusnya arus kas operasional secara signifikan.
Bagaimana cara menambal minusnya arus kas operasional? Sebelum IPO Goto bisa menggaet investor baru dengan penerbitan saham baru yang harganya makin lama makin meningkat. Tingginya agio saham adalah hasil dari proses ini. Proses menguangkan intangible asset perusahaan. Ini bisa terjadi karena para investor yang merupakan perusahaan-perusahaan investasi itu memang memiliki alokasi sekitar 1% dari aset kelolaan mereka untuk masuk pada perusahaan start up seperti Goto. Dana ini cukup besar karena misalnya 1% dari aset kelolaan BlackRock nilainya adalah sekitar Rp 1500 triliun. Masuk ke start up adalah bagian penting dari portofolio investasi mereka. Tapi itu semua bisa dilakukan sebelum IPO karena tidak ada harga pasar di lantai bursa sebagai pembanding. Begitu IPO kondisinya sangat berbeda.
Hari ini harga saham Goto adalah Rp 123. Menurun jauh dari harga IPO Rp 338. Harga IPO adalah harga terakhir penerbitan saham baru. Harapan investor, mestinya jika menerbitkan saham baru lagi untuk menambal kerugian dan arus kas operasional yang minus, harganya harus lebih tinggi dari Rp 338. Tapi ini akan sangat amat sulit sekali dilakukan. Mengapa? Dalam kaca mata investor, mengapa harus beli di atas Rp 338 jika bisa beli di pasar dengan harga Rp 123. Yang mau melakukannya hanyalah investor khilaf hehehehe.
Nah, sampai di sini Goto menunjukkan bahwa IPO sebagai pertaruhan hidup mati makin mendekati lonceng kematian. Lalu bagaimana nasib para investor?
Semestinya yang bisa berinvestasi dengan aman menjadi pemegang saham Goto adalah perusahaan-perusahaan investasiseperti Blackrock. Mereka rata-rata memiliki ROI sekitar 10% dari aset kelolaan. Dengan mengalokasikan tidak 1% aset kelolaan, andai Goto gagal dalam pertaruhan hidup mati 20 bulan ke depan, hilangnya uang tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja investasi mereka secara keseluruhan.
Nah, bagaimana dengan Telkom melalui Telkomsel (karena Telkomsel adalah anak perusahaan Telkom) yang masuk juga sebagai pemegang saham Goto padahal mereka adalah operating company? Mari kita lihat. Laporan triwulan ketiga tahun ini Telkom mencatatkan omzet Rp 109 triliun. Omzet tersebut menghasilkan laba periode berjalan sebesar Rp 22,8 triliun.
Berikut ini adalah kutipan catatan laporan keuangan Telkom untuk neraca per tanggal 30 September 2022. “Pada tanggal 16 November 2020, Telkomsel mengadakan perjanjian dengan AKAB untuk investasi dalam bentuk Obligasi Konversi (“CB”) tanpa bunga sebesar US$150 juta (setara dengan Rp2.116 miliar per 31 Desember 2020). CB tersebut akan jatuh tempo pada tanggal 16 November 2023. Investasi pada CB oleh Telkomsel tersebut dengan model bisnis yang tujuannya bukan untuk mengumpulkan arus kas kontraktual dan bukan semata-mata pembayaran pokok dan bunga atas pokok yang terhutang, sehingga CB diklasifikasikan sebagai FVTPL. Opsi beli saham preferen memberikan hak kepada Telkomsel untuk membeli saham preferen tambahan dari AKAB. Opsi beli saham preferen memberikan hak kepada Telkomsel untuk membeli tambahan saham preferen dari AKAB sebesar US$300 juta dan dapat dieksekusi dalam waktu 12 bulan setelah tanggal efektif pada harga US$5.049 per saham. Opsi beli saham preferen adalah derivatif dan dicatat pada FVTPL. Pada tanggal 17 Mei 2021, AKAB dan PT Tokopedia merger menjadi PT GoTo Gojek Tokopedia (“GoTo”). Merger ini membuat Telkomsel mengeksekusi CB sesuai dengan perjanjian CB, di mana CB akan dikonversi menjadi saham. Berdasarkan perjanjian CB, GoTo akan membayar total jumlah konversi kepada Telkomsel, dan setelah menerima jumlah konversi tersebut, Telkomsel harus segera membayar jumlah konversi kepada GoTo sesuai dengan Perjanjian Pemesanan Saham. Pada tanggal 18 Mei 2021, Telkomsel telah menandatangani Perjanjian Pembelian Saham untuk memesan 29.708 lembar saham konversi atau sebesar US$150 juta (setara dengan Rp2.110 miliar) dan 59.417 lembar saham tambahan dari opsi pembelian saham atau senilai US$300 juta (setara dengan Rp4.290 miliar). Berdasarkan perubahan akta pada tanggal 19 Oktober 2021, GoTo melakukan stock split dan mengubah jumlah kepemilikan saham Telkomsel dari 89.125 lembar saham menjadi 23.722.133.875 lembar saham. Per tanggal 30 September 2022, Telkomsel menilai nilai wajar investasi di GoTo dengan menggunakan nilai pasar saham GoTo sebesar Rp246 per saham. Jumlah kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar investasi Telkomsel pada GoTo pada tanggal 30 September 2022 adalah sebesar Rp3.064 miliar disajikan sebagai kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar atas investasi dalam laporan laba rugi konsolidasian”
Jadi, laba tahun berjalan Telkom yang Rp 22,8 triliun itu di dalamnya sudah dimasukkan rugi yang belum direalisasikan sebesar 3,06 triliun. Pertanyaannya, apakah laba Rp 22,8 triliun itu sudah bagus?
Nilai buku Telkom saat ini adalah Rp 145 triliun. Artinya laba tersebut bermakna Return on Equity (ROE) sampai triwulan ketiga sebesar 15,7%. Nilai pasar Telkom saat ini adalah Rp 380 triliun. Artinya, bagi investor saat ini Telkom memberikan ROI sampai triwulan ketiga sebesar 6%. Sampai akhir tahun hampir bisa dipastikan masih terus bertambah. Jadi dari ROE dan ROI cukup aman
Market value Telkom per 20 September 2005 adalah Rp 106 triliun. Dengan demikian sepanjang 17 secara rata-rata (CAGR) tiap tahun tumbuh 7,8%.
Pertumbuhannya tidak beda jauh dengan inflasi. Besar atau kecil? Sekedar gambaran, jika Anda berinvestasi pada saham Alfamart, dalam 13 tahun terakhir ini CAGR nya adalah 38,7%. Tiap tahun nilainya rata-rata tumbuh 38,7%. Memang keduanya adalah perusahaan yang bergerak di industri yang berbeda. Tetapi sebagai sesama perusahaan publik, Anda dapat dengan mudah memindahkan uang antara keduanya. Dan itu bisa dilakukan sewaktu-waktu oleh investor pada jam kerja lantai bursa.
Apa kunci CAGR yang tinggi? Tidak lain adalah pertumbuhan laba. Tepatnya adalah pertumbuhan laba per lembar saham. Nah, bagi operating company yang bagus, pertumbuhan laba akan seiring dengan pertumbuhan aset. Artinya, operationg company dituntut untuk menggunakan pertumbuhan asetnya untuk memperbesar pendapatan operasionalnya. Bukan dengan berspekulasi dengan membeli saham seperti yang dilakukan Teklomsel pada saham Goto.
Kalaupun membeli saham, mestinya adalah bukan pada prosentase kecil. Pembelian saham pada prosentase kecil hanya tepat dilakukan oleh investing company. Operating company seperti Telkom membeli saham sebagai langkah akuisisi dengan prosentase 99,9%. Bahkan jika perusahaan yang sahamnya dibeli (diakuisisi) adalah perusahaan yang sudah IPO harus dilakukan tender offer. Membeli seluruh saham publik di lantai bursa dengan harga di atas harga pasar untuk selanjutnya dilakukan delisted. Cabut dari lantai bursa. Seperti yang dilakukan Danone saat mengakuisisi Aqua. Atau Nutricia saat mengakuisisi Sari Husada (susu SGM). Atau seperti saat IHH Health dari Malaysia saat mengakusisi Mount Elizabeth Hospital di Singapura.
Jadi, kalaupun investasi Telkom pada Goto itu menghasilkan laba, secara stratejik sudah salah karena akan menghambat CAGR nya. Apalagi investasi di Goto rugi. Akan makin mengganggu. Apalagi dalam 20 bulan kedepan Goto terancam tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan arus kas operasionalnya. Pintu mudah untuk pailit.
Lain halnya jika yang melakukan adalah investing company. Kehilangan seluruh investasi pada Goto bahkan seluruh start up pun tidak akan mengganggu kinerjanya. Kerugian itu sudah masuk sebagai bagian dari portofolio super besar investasi mereka yang berprinsip aman-aman-aman-hasil. Konsep portofolio ini mirip seperti ketika nasabah Bank Mandiri ngemplang misalnya. Tiap tahun selalu ada debitur yang tidak membayar utang mereka. Bank Mandiri tidak terganggu karena sejak awal sudah dicadangkan kerugian 2 koma sekian persen atas kehilangan dana yang dipinjamkan kepada debitur itu. Bank dan invetment company sama dalam hal keduanya bekerja dengan konsep portofolio. Perusahaan investasi mengelola portofolio investee. Bank mengelola portofolio debitur. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh Telkomsel sebagai bagian dari Telkom yang merupakan operating company.
Pembaca yang baik, begitulah kondisi Goto dalam pertaruhan hidup dan matinya. Demikianlah nasib Telkomsel sebagai salah satu pemegang sahamnya. Anda sudah mendapatkan pelajaran pentingnya?
Tulisan ke-394 Iman Supriyono di web ini. Artikel ini ditulis di SNF Consulting House of Management pada tanggal 6 Desember 2022.
Ada dua tugas direksi perusahaan. Tugas administratif dan tugas stratejik. Tugas administratif adalah mengelola pergerakan aset perusahaan satu demi satu eksternal maupun internal dan mencatatnya sesuai standar akuntansi. Tugas stratejik adalah menjaga dan meningkatkan eksistensi perusahaan yang diukur dengan pertumbuhan laba, omzet, aset dan nilai pasar. Inilah PR utama manajemen.
Kali ini, mari kita belajar Hermina, sebuah perusahaan rumah sakit. Omzet Hermina tahun 2018 adalah Rp 3,06 triliun. Tiga tahun berikutnya masing-masing adalah Rp 3,63 triliun, Rp 4,42 triliun, dan Rp 5,82 triliun. Tahun 2019 tumbuh 18% dari tahun sebelumnya. Tahun 2020 tumbuh 22% dari tahun sebelumnya. Tahun 2021 tumbuh 32%. Tahun 2022 sampai triwulan ketiga omzetnya adalah Rp 3,59 triliun. Turun 22% dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Bagaimana pertumbuhan asetnya? Empat tahun terakhir posisi aset akhir tahun masing-masing adalah Rp 4,17 triliun, Rp 5,04 triliun, Rp 6,36 triliun, dan Rp 7,59 triliun. Apakah pertumbuhan itu sehat? Mari kita lihat labanya. Empat tahun terakhir labanya masing-masing adalah Rp 191 miliar, Rp 344 miliar, Rp 645 dan Rp 1,31 triliun. Rasio antara laba terhadap aset (ROA) empat tahun terakhir masing-masing adalah 4,6%, 6,8%, 10,1% dan 17,3%. Terlihat bahwa Hermina mampu mempertahankan dan bahkan meningkatkan ROA. Artinya, Hermina talah mampu mengonversi setiap pertambahan aset menjadi pertambahan laba. Bahkan makin lama makin bagus.
Pertumbuhan omzet selama empat tahun terakhir juga cukup bagus. Bahkan tahun 2022 ini sampai pada triwulan terakhir juga bagus. Rata-rata dalam 4 tahun terakhir tumbuh 25%. Bagus. Tapi pertanyaannya, bisakah Hermina tumbuh lebih tinggi dari angka tersebut? Tumbuh eksponensial?
Mari kita lihat. ROA yang stabil bahkan meningkat menandakan bahwa manajemen mampu menggunakan aset dengan baik. Mampu mengonversi setiap pertambahan aset menjadi laba. Ini adalah ciri sebuah perusahaan telah menemukan apa yang disebut sebagai revenue and profit driver alias RPD. RPD bagi Hermina adalah unit rumah sakit. Saat ini Hermina memiliki 34 rumah sakit. Per 30 september 2022 asetnya adalah Rp 7,54 triliun. Artinya rata-rata tiap unit rumah sakit membutuhkan aset Rp 221 miliar. Dengan laba 1,31 triliun, artinya tiap unit menghasilkan laba rata-rata Rp 38 miliar.
Mari kita cermati potensi tumbuhnya. Saat ini jumlah lembar saham yang telah diterbitkan adalah 14,9 miliar lembar. Harga per lembar sahan di pasar adalah Rp 1495. Jika misalnya perusahan menerbitkan 1,49 miliar lembar saham baru dan di lepas ke pasar, akan ada uang masuk Rp 2,23 triliun. Dengan nilai aset per unit rumah sakit Rp 221 miliar, maka perusahaan bisa membuat atau mengakuisisi 10 rumah sakit baru. Dengan rata-rata laba per unit Rp 38 miliar maka akan ada tambahan laba sebesar Rp 380 miliar.
&&&
Hermina mulai berdiri sebagai rumah sakit kecil tahun 1967. Usianya sudah 55 tahun. Dengan posisi saat ini memiliki 34 rumah sakit, maka rata-rata per tahun membangun 0,62 rumah sakit. Maka, andai Hermina tahun depan menerbitkan 10% saja saham baru seperti perhitungan di atas, akan mampu membangun dan atau mengakuisisi rumah sakit baru sebanyak 10 unit. Akan menjadi 44 unit. Jika ini digambar pada sebuah kurva dengan sumbu datar waktu dan sumbu tegak jumlah unit rumah sakit, Hermina akan memiliki kurva pertumbuhan eksponensial.
Bahkan akan makin eksponensial jika Hermina juga menyeimbangkan antara utang dengan ekuitas. Dengan utang posisi terakhir Rp 2,98 triliun, penerbitan saham di atas akan memberi kesempatan kepada Hermina untuk menambah utang Rp 3,82 triliun melalui penerbitan obligasi atau sukuk. Jika ini dilakukan, rasio utang masih berada pada angka 1. Utang sama dengan ekuitas (modal sendiri). Masih aman. Jika ini dilakukan, akan ada 17 rumah sakit yang bisa dibangun atau diakuisisi dari pihak lain. Total menjadi 61 rumah sakit. Terbesar di Indonesia. Pertumbuhan akan makin eksponensial. Dan…jangan kuatir, Hermina telah mampu menunjukkan bahwa setiap pertambahan aset mampu dikonversi menjadi pertambahan laba. Telah menemukan RPD.
Pembaca yang baik, setiap perusahaan memiliki peluang untuk tumbuh secara eksponensial. Syarat utamanya adalah telah menemukan revenue and profit driver alias RPD. Syarat berikutnya adalah mampu dan mau memasukkan modal baru baik melalui pintu ekuitas ataupun pintu utang lalu mengonversinya menjadi pertumbuhan laba dengan ROA yang stabil. Bagaimana perusahaan Anda?
Tulisan ke-393 Iman Supriyono di web ini. Artikel ini ditulis dan diterbitkan oleh majalah Matan, terbit di Surabaya, edisi Desember 2022.
Persis jam 08.25. Kereta api Kertajaya yang aku tumpangi sudah tiba di Stasiun Pasar Senin. Tidak biasa aku naik kereta seperti ini. Selama ini Surabaya Jakarta kutempuh melalui perjalanan udara. Kadang melalui Cengkareng. Kadang melalui Halim. Tapi yang pasti aku selalu memilih Garuda. Sesekali saja jika terpaksa pakai Lion atau Citilink. Perjalanan kereta ekonomi kali ini aku tempuh karena keterpaksaan. Bisnisku hancur. Sehancur-hancurnya.
Aku tidak tahu. Sudah dua tahun terakhir ini bakso Karponak yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupanku dua puluh tahun ini hancur. Seolah tidak ada bekas dari keahlian yang kutekuni. Satu demi satu dari puluhan gerai rugi. Beberapa sudah tutup. Yang masih tersisa pada menanggung rugi.
Yang tutup pun tidak begitu saja tutup. Sebagai pendiri dan pemegang saham, aku masih bekerja keras menutupi kerugiannya. Awalnya dengan kas perusahaan. Ketika kas perusahaan habis, uang pribadi pun dipakai untuk menutup kerugiannya. Maka sedikit demi sedikit aset pribadiku ludes. Rumah tinggal pun terjual. Pilihan naik kereta ekonomi ini karena alasan itu.
Sudah tidak ada lagi uang bahkan untuk kereta kelas eksekutif sekalipun. Makan malam di kereta pun aku beli nasi bungkus seharga sepuluh ribu Rupiah di depan Stasiun Pasar Turi kemarin. Minumnya kubawa dari rumah dari galon air isi ulang di rumah kontrakan di gang sempit di kawasan Klampis Ngasem, Surabaya. Memanfaatkan botol aqua ukuran 600 cc dari hantaran hajatan tetangga siang tadi. Air aslinya sudah aku minum bersama anak-anak. Botol yang kosong aku isi dengan air galon isi ulang di rumah.
Dari Senen aku putuskan jalan kaki menuju All Seasons Hotel. Jarak hampir 4 kilometer itu kutempuh dengan jalan kaki. Untuk berhemat uang di dompet yang hanya cukup untuk sekedar membeli nasi bungkus sampai pulang balik ke Surabaya besok.
Janji bertemu dengan African Capital alias AC, demikian perusahaan yang akan kutemui pagi ini, adalah jam 10. Jadi masih ada waktu untuk mampir di Masjid Cut Meutia nebeng mandi. Sekalian solat duha di masjid yang memang letaknya dilewati perjalanan dari Stasiun Senen ke All Seasons.
Tidak tahu dari mana, di suatu sore tiba-tiba AC menghubungiku. Sudah sebulan ini intensif komunikasi. Semula aku juga ragu, tapi WA chatt dan WA call intensif selama ini cukup meyakinkan. Maka, dengan sisa uang di saku yang serba terbatas, aku putuskan untuk menemuinya siang ini.
Sambil duduk di kloset menjalankan rutinitas pagi di kamar mandi Masjid pikiranku melayang kesana kemari. Melayang tentang masa lalu. Saat terpuruk awal-awal merintis hidup di mana untuk membeli ban luar sepeda motor saja tidak mampu. Ban luar motor ditambal dari dalam dengan potongan ban bekas. Orang di kampung halamanku menyebutnya dikampas.
Ingatan juga melayang saat ekonomi lagi baik. Menikmati malam-malam indah bersama istri di Hilton Moscow Leningradskaya. Paginya jalan-jalan pagi menikmati awal musim panas yang udaranya terasa mulai nyaman untuk orang tropis menuju kawasan Istana Kremlin. Foto-foto di Gereja warna-warni yang kubahnya mirip masjid. Duduk santai berdua dengan istri di perengan Moscow River. Menikmati salat subuh berjamaah di Historical Mosque sambil menikmati menu halal di kantinnya. Menikmati hasil kerja keras dari Bakso Karponak. Sholat Jumat di Masjid KBRI yang memberi kesempatan kepadaku untuk menyampaikan khutbah. Ngobrol dengan para mahasiswa asal RI yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah Rusia. Semua serba indah.
Itulah hidup. Dipertukarkan antara senang dan susah. Antara kaya dan miskin. Dari bergelimang uang jalan-jalan ke tidak kurang dari 30 negara. Menjadi miskin semiskinnya. Tinggal di rumah kontrakan di gang sempit. Utang sepuluh milyar lebih. Dikejar kejar debt collector. Dan pagi ini naik kereta ekonomi lalu jalan kaki tidak kurang dari 5 kilo. Mandi pun nebeng di masjid. Demi sebuah harapan solusi utang dan kondisi yang terpuruk.
&&&
Afrianto Candrakarta. Demikian namanya. African Capital adalah nama perusahaan investasi yang dikelolanya. African adalah singkatan dari nama lelaki seumuranku dengan badan tegap nan kekar itu. Jam 10 persis aku sudah duduk berhadapan di teras Sky Loft Resto All Seasons Hotel. Afri, demikian nama lelaki berambut cepak itu biasa dipanggil, mempersilakanku pesan makanan. Tampaknya dia melihat akuyang sedang kelaparan. Aku pun memilih menu nasi goreng yang porsinya besar. Agar kenyang. Aku tahu porsinya besar karena memang ketika masa jaya hotel ini merupakan hotel favorit kalau sedang berada di Jakarta. Dekat kemana-mana. Dekat stasiun MRT. Dekat stasiun KRL. Dekat Grand Indonesia. Di belakangnya ada masid kampung yang bisa ditempuh jalan kaki untuk sholat lima waktu berjamaah.
Sambil menikmati nasi goreng dan teh hangat, aku mendengarkan cerita Afri tentang rencana investasi di Karponak. Afri bercerita tentang masa lalunya yang juga terpuruk. Tentang pemecatannya secara tidak hormat dari institusi tempatnya berdinas. Titik baliknya adalah tahun 2016 saat tax amnesty. Perkenalannya dengan seorang bos besar membuat dia dipercaya dititipi uang lima triliun. Dia pun daftarkan aset itu dengan membayar pajak sesuai aturan tax amnesty.
Uang itu sifatnya titipan. Tapi sang bos tidak mau ada dokumen apapun atas penitipan uang itu. Sang bos memberi contoh seseorang yang kemudian dibunuhnya karena mencederai kepercayaan. Dititipi uang seperti yang dititipkan kepada Afri kemudian mencederai kepercayaan. Uangnya digelapkan. Sang bos menceritakan bahwa orang itu kemudian dibunuhnya dengan skenario tingkat tinggi. Orang itu disekap beberapa hari. Kemudian ditembak di kepalanya. Lalu jenazahnya dimasukkan drum. Lalu drum dipenuhi adonan semen. Setelah semen kering jenazah dibuang ke laut bersama drumnya. Skenario tingkat tingginya membuat sampai sekarang tidak ada satu pun orang yang bisa mengungkap hilangnya orang ini. Semua kemungkinan pengungkapan ditutupnya dengan skenario seperti di film-film detektif. Maka Afri terus bekerja memastikan bahwa dia tidak menghianati amanat uang itu. Takut dibunuh dan mayatnya disemen dibuang ke laut.
Siang itu Afri menegaskan kembali penawaran yang diberikan padaku. AC akan mengakuisisi 95% sahamku di PT Korponak Dimana Mana yang kini terpuruk. Ditawarkan kepadaku harga Rp 15 miliar.
Rencananya, setelah akuisisi akutetap akan menjadi direktur operasional. Dirutnya orangnya Afri. Setelah itu AC akan menambah setoran modal ke Korponak tanpa agio saham sebagai bagian dari restrukturisasi dan perbaikan kinerja. Tanpa agio saham ini artinya adalah tidak ada penghargaan sama sekali terhadap merek Karponak yang selama ini sudah sangat dikenal di masyarakat. Target selanjutnya adalah IPO. Aku pun menerima transaksi itu. Sebenarnya tidak mudah melepas Korponak. Tapi bagaimana lagi. Terpaksa. Aku tidak mau menanggung beban utang. Aku tidak mau mati meninggalkan utang setumpuk kepada anak istri.
Dan memang benar, begitu AC menjadi pemegang pengendali, Karponak menerbitkan saham kembali dengan harga par value. Pembelinya semuanya adalah AC. Total dana masuk adalah Rp 10 miliar. Dana inilah yang digunakan untuk mempercantik laporan keuangan Karponak. Cantik secara angka. Walaupun sebagai direktur operasional aku tahu persis bahwa kondisi gerai-gerai pada terpuruk. Menanggung rugi. Revenue and profit driver alias RPD nya sirna. Uang yang diinvestasikan perusahaan untuk membangun gerai bukan berbuah laba. Tapi justru berbuah rugi. Membuat gerai beru bermakna memfoto kopi kerugian.
&&&
Akhir Maret 2022. Itulah tanggal yang sangat bersejarah bagi Karponak. Tanggal mulainya saham Karponak dengan kode saham KARP diperdagangkan di lantai bursa. Beberapa menit sejak dibuka langsung menyentuh angka ARA. Auto Rejection Atas. Harga saham menjadi Rp 125 rupiah. Naik 25% dari harga IPO.
ARA ini dalam beberapa menit ini memang sudah menjadi bagian dari skenario AC. Skenario lengkapnya begini. KARP IPO dengan menerbitkan satu miliar lembar saham baru. Nilai nominal per lembar saham Rp 10. Dilepas dengan harga Rp 100. Dengan demikian target IPO adalah Rp 100 miliar.
Untuk menciptakan animo investor yang bagus, maka AC mengerahkan investor-investor lain. Ada belasan orang yang nasibnya seperti Afri. Mendapatkan titipan uang dari sang bos besar. Belasan orang itulah juga membuat perusahaan-perusahaan investasi seperti AC. Perusahaan-perusahaan inilah yang saat book building ikut memesan saham. Total pemesanan pun menjadi Rp 1 triliun lebih. Over subscribe 10 x. Semua uang dari si bos besar. Inilah yang kemudian terbukti dalam beberapa hari IPO. ARA berkali kali Harga saham naik menjadi Rp 300.
Bukan hanya itu. AC dan kawan-kawannya juga memanfaatkan kekuatan media sosial dan endorsement. Beberapa pejabat memberi ucapan selamat saat KARP melantai. Beberapa menteri, beberapa gubernur, beberapa pengusaha top, artis dan macam-macam. Inilah yang membuat publik makin percaya kepada KARP. Untuk beberapa minggu saham stabil pada angka Rp 300.
Aku tahu beberapa mahasiswa yang tinggal di kampung tempatlku kontrak rumah juga ikut membeli. Kampung itu memang dekat dengan ITATS, Universitas Narotama dan STIESIA. Tentu uang mereka kecil. Namanya juga mahasiswa. Ada yang membeli dengan Rp 100 ribu. Bahkan ada yang hanya Rp 50 ribu. Mereka suka membelinya karena endorsement dari para pesohor. Juga karena mereka rata-rata adalah pelanggan bakso Karponak.
Nah, pada harga Rp 300 itulah perlahan lahan perusahaan-perusahaan investasi kawan-kawan Afri melepas sahamnya. Sampai habis. Mereka pun mendapatkan dana sekitar Rp 300 miliar. Angka itu nilainya 3x lipat dari dana yang masuk ke KARP saat IPO. Dengan demikian perusahaan-perusahaan investasi pengelola uang bos besar laba Rp 200 miliar.
Dan bukan hanya itu, pihak-pihak terkait IPO pun ternyata adalah orang-orang kepercayaan si bos besar. Dan pihak-pihak terkait IPO itu semua minta fee. Dan yang menyedihkan, Karponak harus membayar fee berbagai konsultan itu semua sekitar Rp 40 miliar. Cash back. Total Rp 240 miliar dikurangi dana akusisi dan penerbitan saham sebelum IPO Rp 25 miliar maka bos besar masih cwan Rp 215 miliar. Aku protes. Tapi aku tidak bisa berbuat banyak karena semua diputuskan di RUPS dan aku hanya menjadi pemegang saham tidak sampai 5% setelah masuknya dana 10 miliar sebelum IPO dari AC.
Cash back itu tentu membuat kinerja keuangan KARP berat. Tentu akan dibukukan sebagai biaya atau biaya dibayar di muka. Selanjutnya diamortisasikan. Dan efeknya, saat amortisasi itu terjadi, kinerja keuangan KARP memburuk. Begitu laporan keuangan dipublikasikan, respons pasar langsung memburuk. Maka, dua tahun setelah IPO harga KARP berhenti di angka Rp 50. Menjadi saham gocap. Mengalami apa yang disebut IPO Trap. Tapi ini IPO Trap yang memang sudah dirancang oleh jaringan si bos besar. Afri dan kawan-kawan hanya pelaksana.
Dan sebagai direktur operasional, ak lah yang harus menghadapi kondisi buruk itu. Termasuk menghadapi para pemasok yang piutangnya sudah macet berbulan-bulan di Karponak. Di sini aku mengalami malu untuk kedua kalinya. Dua tahun lalu malu karena beban utang pribadi Rp 10 miliar. Lalu terselesaikan dengan akuisisi AC Rp 15 miliar. Kini malu dan dikejar-kejar pemasok karena utang Karponak. Dan aku tahu Undang Undang PT menyebut bahwa direktur, termasuk aku, bisa dituntut bertanggung jawab secara pribadi terhadap utang perusahaan.
Tepat 3 tahun setelah IPO, Karponak dinyatakan pailit oleh pengadilan. Aku terpukul bukan main. Bahkan beban ini jauh lebih berat dari pada saat-saat aku dihubungi Afri tiga tahun lalu. Kepailitan Karponak tidak berhenti pada harta Karponak. Para pemasok menuntut direksi bertanggung jawab secara pribadi. Dan di pengadilan aku kalah. Para lawyer pemasok membongkar cash back saat IPO. Aku pun harus menanggung secara pribadi. Uang sisa penjualan 95% saham habis untuk membayar utang perusahaan atas keputusan pengadilan.
Stress berat. Kontrakan habis. Uang sekolah anak-anak tertunggak beberapa bulan dan terancam tidak ikut ujian. Istri mengajukan gugatan cerai. Di ruang sidang pengadilan agama, aku berteriak sekeras-kerasnya stress berat menghadapi kenyataan.
&&&
“Abi-abi…bangun. Sudah hampir subuh. Ayo salat tahajud. Umi sudah ambil air wudhu. Ahmad, Fatimah, Aisyah, dan Ali sudah pada ambil air wudhu. Ayo abi segera ambil air wudhu dan menjadi imam salat tahajud.”
Subhanallah. Istri cantik salihahku membangunkan. Ternyata aku hanya bermimpi. Mimpi tentang sang bos besar yang menjadi perampok budiman. Melakukan pencucian uang hasil merampok uang negara melalui tax amnesty. Memanfaatkan orang-orang yang dalam keterpaksaan. Lalu duit yang sudah dicuci itu dilipat gandakan dengan merampok uang investor ritel di lantai bursa. Merampok perusahaan-perusahaan dari para founder yang terjerat masalah dari perbuatannya sendiri. Perusahaan belum menemukan RPD di-scale up dengan memanfaatkan uang para investor khilaf. Aset ditanam bukan menghasilkan laba. Tapi menghasilkan rugi. Memfoto kopi kerugian dengan uang para investor khilaf. Ujung ujungnya utang menumpuk. Mempertahankan gaya hidup tingginya dengan terus mencari investor khilaf baru. Dan suatu saat akan meledak dan menyerah ke pangkuan para perampok budiman di lantai bursa. Terlihat menolong tapi sebenarnya merampok. Disebut budiman karena secara legal tidak salah dan tidak bisa dituntut. Seperti mimpiku malam ini. Naudzubillah.
Alhamdulillah. Suara dan tangan lembut istri masih membangunkan dari mimpi burukku. Anak-anak masih setia ikut salat tahajud bersama di mushala rumah di lantai 2. Yang cowok salat wajibnya biasa berjamaah di masjid. Karponak masih menjadi perusahaan kuliner terbesar negeri ini. sedang bersiap masuk ke beberapa negara tetangga. Tiap tahun terus menerbitkan saham di luar lantai bursa. Ada pemegang sahamnya berupa nazir wakaf korporat. Menegaskan bahwa Karponak adalah perusahaaan dakwah. Perusahaan yang menjayakan umat dan bangsa di kancah percaturan bisnis global. Par value, book value, market value tetap tumbuh seperti yang direncanakan. Menjalani langkah demi langkah dari 8 langkah corporate life cycle. IPO nya nanti kalau sudah kesulitan mencari investor di luar lantai bursa karena besarnya kebutuhan dana ekspansi. Agar tidak terjebak glorifikasi IPO. Agar tidak terjebak IPO Trap. Agar tumbuh secara berekelanjutan sampai menjadi korporasi sejati. Itulah visiku, Karpo, sebagai founder can CEO bakso Karponak.
Cerpen ini adalahtulisan ke-392 Iman Supriyono di web ini. Ditulis pada tanggal 25 November 2022di SNF Consulting House of Management. Cerpen ini adalah murni fiksi. Jika ada kesamaan atau kemiripan nama atau peristiwa, semua adalah kebetulan belaka.
“Sebab itu berlomba-lombalah kamu dalam serba kebaikan”. Jangan kamu berlarut-larut berpanjang-panjang bertengkar perkara peralihan kiblat. Kalau orang-orang Yahudi dan Nasarani tidak mau mengikuti kiblat kamu, biarkanlah. Sama-sama setialah pada kiblat masing-masing. Dalam agama tidak ada paksaan. Cuma berlombalah berbuat serba kebajikan. Sama-sama beramal dan berbuat jasa di dalam peri kehidupan ini. “Di mana saja kamu berada, niscaya akan dikumpulkan Allah kamu sekalian.” Baik pun kamu dalam Yahudi, dalam Nasrani, dalam Shabiin, dan dalam iman kepada Muhammad SAW, berlombalah kamu berbuat berbagai kebajikan dalam dunia ini meskipun kiblat tempat kamu berhadap dalam sembahyang berlain-lain. Kalau kamu akan dipanggil menghadap kepada Allah, tidak peduli apakah dia dalam kalangan Yahudi, Nasrani, Islam dan lain-lain, berkiblat ke kabah atau baitul maqdis, di sana pertanggungjawabkanlah amalan yang telah kalian kerjakan di alam dunia ini.
Alinea di atas adalah kutipan tulisan Hamka saat menjelaskan ayat 148 dari surat ke-2 Al Qur’an. Ayat yang mengajarkan prinsip berlomba-lomba dalam kebajikan. Dalam bahasa arab disebut istabiq al kharirat. Berlomba-lomba melakukan kebaikan untuk sesama tanpa pandang suku, bangsa maupun agama.
Perlombaan tentu menghasilkan tingkatan-tingkatan. Termasuk perlombaan dalam kebaikan. Siapa yang terbaik? Siapa juaranya? Tidak lain adalah yang paling bermanfaat bagi umat manusia tanpa pandang suku, agama, maupun bangsa. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama. Demikian sebuah Hadits. Menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Di dunia bisnis, saat Anda membeli sesuatu pada dasarnya Anda sedang membeli manfaatnya. Anda membeli gadged misalnya, karena ada manfaatnya. Anda hanya akan membelinya jika manfaatnya lebih besar dari pada uang yang Anda keluarkan. Anda baru mau membelinya seharga Rp 5 juta misalnya, jika manfaatnya lebih dari angka itu. Manfaatnya Rp 10 juta atau Rp 20 juta misalnya.
&&&
Mark Zuckerberg, co founder Meta Platform Inc., terlahir sebagai Yahudi. Wikipedia menyebut bahwa Ia pernah teridentifikasi sebagai atheis. Tapi kemudian tahun 2016 menyatakan “I was raised Jewish and then I went through a period where I questioned things, but now I believe religion is very important”. “Saya dibesarkan sebagai orang Yahudi dan kemudian saya melewati masa di mana saya mempertanyakan banyak hal, tapi sekarang saya percaya agama sangat penting”.
Siapa yang tidak kenal Facebook, Istagram dan Whatsapp? Saya yakin Anda pengguna setia minimal salah satunya. Anda terus setia menggunakannya karena terus menerima manfaatnya. terus menerima benefit. Untuk itu Anda rela mengorbankan memori di gawai Anda. Mengorbankan waktu berharga Anda. Tanpa manfaat itu, Anda sudah uninstall nya sejak dulu-dulu.
Bahkan mungkin Anda lebih dari sekedar pengguna. Anda rela mengeluarkan uang untuk membayar iklan di aplikasi itu. Sebagai direktur SNF Consulting, saya juga memutuskan untuk membayar iklan melalui aplikasi-aplikasi itu. Tentu karena manfaatnya jauh lebih besar dari pada uang yang dibayarkan.
Nah, ini semua bermakna bahwa Zuckerburg telah memberi manfaat kepada sesama. Bahkan sebagai orang Yahudi dia tidak membatasi manfaat itu hanya untuk orang seagamanya. Dia yang warga USA tidak membatasi manfaat itu untuk orang sebangsanya. Semua bisa memanfaatkannya.
Yang dilakukan oleh Zuckerberg itu seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW saat memimpin pemerintahan Madinah mulai tahun 622 Masehi. Semua warga diberikan perlindungan sepanjang tunduk pada aturan yang telah disepakati. Termasuk orang Yahudi, Nasrani, Majusi atau apapun. Mereka ini disebut dzimmi yang artinya mendapatkan perlindungan.
Anda yang bukan orang Yahudi tetap boleh memakai Facebook, Instagram atau Whatsapp. Syaratnya adalah tunduk pada aturan. Untuk apa saja. Termasuk untuk menyiarkan agama Anda. Menjadi dzimmi dalam istilah pemerintahan Madinah. Anda baru akan dikeluarkan dari aplikasi milik Meta jika melawan aturan. Menjadi harbi, kebalikan dari dzimmi.
Nah, Zuckerburg telah memberi manfaat dengan Meta Platofms Inc. yang didirkan dan dipimpinnya. Menjadi juara dalam kebaikan baik bagi Yahudi maupun “dzimmi”. Sebagaimana tulisan Hamka di atas, Anda yang bukan Yahudi ditantang untuk menandinginya. Ditantang berlomba-lomba. Membangun korporasi yang produknya bermanfaat besar bagi umat manusia tanpa batas suku, bangsa dan agama. Tentu di bidang masing-masing. Menjadi rahmat bagi seluruh alam. Menjadi korporasi sejati. Bisa!
Artikel ke-391 karya Iman Supriyono ini ditulisdi SNF Consulting House of Management pada tanggal 23 November 2022
Adakah perusahaan yang menua? Apakah perusahaan tempat Anda berkarya juga menua? Bahayakah perusahaan yang menua? Saya akan menjelaskannya dengan sebuah contoh. Misalkan DEF adalah sebuah perusahaan restoran besar. Didirikan di atas lahan seluas satu hektar di sebuah kota kabupaten. Menunya enak. Desain interior dan eksterior bagus. Pembelinya nyaman. Parkirnya luas sehingga para tamu menyukainya.
DEF berdiri sepuluh tahun lalu. Tahun 2012. Karena didirikan oleh seorang profesional bermodal kuat maka sejak awal resto sudah didesain beroperasi penuh. Jumlah karyawan penuh. Sejak awal karyawannya 30 orang. Menu lengkap. Pimpinannya dipilih dari orang yang berpengalaman bekerja di resto sebuah hotel besar.
Dari 30 orang karyawan yang direkrut pada saat pembukaan, sebagian besar adalah anak-anak muda usia 20-an. Hanya beberapa orang senior yang direkrut seperti pimpinan resto tadi. Ketika itu dari 30 orang rata-rata usianya adalah 24,2 tahun. Rata-rata dihitung dengan menjumlahkan usia seluruh karyawan dibagi dengan jumlah total karyawan yaitu 30 orang. Jumlah usia seluruh karyawan saat itu adalah 726 tahun dibagi 30 orang menghasilkan rata-rata di atas.
Tahun 2013 tidak ada perubahan karyawan. Dengan demikian tepat ketika usia resto satu tahun rata-rata usia karyawannya adalah 25,2. Mereka semua bekerja dengan baik karena memang perekrutannya dilakukan oleh lembaga perekrutan profesional. Mereka pun loyal-loyal. Lima tahun pertama semua mereka bertahan. Dengan demikian rata-rata usia mereka pada tahun 2017 adalah 29,2 tahun.
Waktu berjalan terus. Tibalah tahun 2019. Sampai tahun ini tidak ada perubahan karyawan. Rata-rata usia naik menjadi 31,2 tahun. Tahun 2020 puncak pandemi ada 2 karyawan yang meninggal karena Covid. Masing-masing berusia 30 dan 32 tahun. Dengan demikian dari 28 karyawan yang tersisa usianya adalah 28 x 31,2 tahun yaitu 873,6 tahun.
Pada era pandemi perusahaan bisa menyesuaikan diri dengan cepat. Transaksi online nya kencang. Maka begitu ada 2 karyawan meninggal langsung direkrut karyawan baru masing-masing usia 20 dan 22 tahun. Dengan demikian jumlah usia seluruh karyawan adalah 873,6 ditambah 20 dan 22 yaitu 915,6. Dibagi 30 maka rata-rata usia karyawan adalah 30,52 tahun. Sedikit menurun dari sebelumnya yaitu 31,2 tahun.
&&&
Pembaca yang baik, jika sebuah perusahaan tidak tumbuh, tiap tahun akan ada peningkatan rata-rata usia karyawan. Andai Resto DEF tidak menambah jumlah gerai dan tidak ada karyawan yang diganti karena meninggal atau pensiun seperti narasi di atas, usia rata-rata karyawan pada tahun 2030 adalah 40,52 tahun. Tahun 2040 menjadi 50,52 tahun. Terus menua.
Orang memang pasti menua. Tapi perusahaan tidak boleh menua.
Terus menua. Itulah bahaya perusahaan yang tidak tumbuh. Untuk menghindarinya perusahaan mesti tumbuh pesat. Misalkan Resto DEF tahun 2020 menambah satu gerai lagi dengan jumlah karyawan juga 30 dengan rata-rata usia 20 tahun, maka tahun itu juga rata-rata karyawan dari 2 gerai akan menjadi 25,6 tahun.
Bagi manusia, menua itu adalah kenyataan. Tapi bagi perusahaan, menua itu bahaya. Akan kalah cekatan dengan pesaingnya yang usia karyawannya rata-rata muda. Akan kalah lincah. Akan kalah bersaing. Maka, tumbuh pesat dan scale up adalah sebuah keharusan bagi perusahaan untuk tetap unggul di dunia bisnis. Perusahaan tempat Anda berkarya bagaimana?
Artikel ke-390 karya Iman Supriyono ini ditulisdi SNF Consulting House of Management pada tanggal 11 November 2022
Sebagai konsultan manajemen, salah satu aktivitas keseharian adalah menjadi sparring partner manajemen perusahaan. Akhir bulan lalu dengan direktur utama PDAM Surabaya. Suasananya santai. Di sebuah gerai kopi modern sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya Timur, tidak jauh dari tempat tinggal saya.
Sebelum pertemuan, Dirut PDAM mengirim laporan keuangan tahun 2021. Lalu pada saat diskusi, disampaikan juga data tentang aset utama PDAM dalam melayani masyarakat yaitu jaringan perpipaan. Data itu kemudian didiskusikan lumayan serius. Berikut ini saya tuliskan poin-poin diskusi malam itu.
Untuk tidak mengalami penurunan kualitas layanan, sebuah perusahaan yang layanannya berbasis aset seperti PDAM harus melakukan peremajaan aset secara terus menerus sesuai dengan umur ekonomis aset yang dimilikinya. Layanan PDAM adalah berupa air minum yang mengalir melalui jaringan perpipaan
Laju peremajaan minimal sama dengan laju depresiasi secara nilai riil, bukan nilai finansial. Mengapa? Karena nilai finansial mengalami inflasi.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan, sebut saja PT ABC, yang memiliki nilai aset Rp 150 dan usia ekonomis aset 15 tahun. Nilai depresiasi adalah 150/15 yaitu Rp 10 per tahun. Misalkan aset dibangun ada tahun 2020. Dengan depresiasi itu, pada tahun 2021 nilai aset akan menjadi Rp 140. Karena nilai Rp 10 sebagai depresiasi telah dimasukkan sebagai beban dan beban tersebut tidak dibayar secara tunai maka pada tahun 2021 (jika variabel lain dianggap tidak berbeda) akan ada penambahan kas Rp 10 dari depresiasi
Jika tahun tiap tahun kas senilai depresiasi disisihkan yaitu Rp 10, pada tahun ke 15 yaitu tahun 2035 akan ada kas dari hasil depresiasi sebesar Rp 150. Persis seperti nilai aset tahun 2020 saat aset itu dibeli. Namun demikian pada saat itu perusahaan tidak bisa membangun aset serupa untuk menggantikan aset yang telah habis usia ekonominya. Kenapa? Karena ada faktor inflasi. Harga aset tidak lagi Rp 150
Dengan koreksi inflasi diasumsikan 5%, harga aset Rp 150 pada tahun ke 15 akan menjadi Rp 297. Dengan hitungan garis lurus, tiap tahun perusahaan harus menyisihkan kas Rp 297/15 yaitu Rp 19,8. Dengan demikian harus ada kenaikan posisi kas tahunan sebesar Rp 19,8 dengan rincian Rp 10 sebagai penyeimbang depresiasi dan sisanya Rp 9,8 murni laba ditahan yang merupakan penyeimbang inflasi
Jika tiap tahun PT ABC menyisihkan kas Rp 19,8 maka tiap tahun nilai kas akan naik sebesar itu dan pada tahun ke 15 akan ada kas Rp 297 siap untuk membangun aset baru sebagai pengganti aset lama yang telah habis masa ekonomisnya
Bagaimana untuk kasus PDAM? Aset utama untuk pelayanan pelanggan PDAM ada dua jenis yaitu sarana produksi dan pipa distribusi
Per 31 September 2022 aset distribusi tercatat berupa pipa sepanjang 6 180 km. Pipa sepanjang itu dikelompokkan menjadi 4 kelompok usia aset. Aset dengan usia 50 tahun sepanjang 380 km. Usia 30-50 tahun 2020 km. Aset usia 17-29 tahun 2 399 km. Aset usia dibawah 17 tahun sepanjang 1381 km.
Posisi neraca PDAM akhir 2021 menyebut nilai aset tetap Rp 2,40 triliun. Diskusi dengan dirut PDAM menyebut andaikan saat ini dibangun instalasi produksi air yang sama sekali baru dengan kapasitas persis fasilitas yang ada saat ini, dibutuhkan dana sekitar Rp 2 triliun. Andai juga seluruh jaringan pipa diganti baru dibutuhkan dana sekitar Rp 1 miliar per kilometer sehingga untuk 6 180 km dibutuhkan Rp 6,18 triliun. Dengan demikian, total nilai aset baru adalah Rp 8,18 triliun.
Jika diasumsikan usia ekonomis rata-rata aset adalah 20 tahun maka agar nanti 20 tahun yang akan datang bisa membangun lagi aset yang sama maka nilai depresiasi tahunan adalah Rp 409 miliar.
Pada laporan laba rugi PDAM tahun 2020, biaya depresiasi amortisasi adalah Rp 100 miliar. Pada tahun yang sama aliran kas untuk investasi adalah Rp 85 miliar. Menarik sekali. Depresiasi amortisasi PDAM masih jauh dibawah nilai yang semestinya yaitu Rp 409 miliar. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya aset yang sudah tidak didepresiasikan karena masa depresiasinya sudah habis. Sudah begitu kas untuk investasinya lebih rendah dari laju depresiasi
Laba tahun 2021 adalah Rp 206 miliar. Laba ini muncul karena biaya depresiasi amortisasinya di bawah nilai yang semestinya dibutuhkan untuk mempertahankan kualitas aset. Jika depresiasi disesuaikan menjadi Rp 409 miliar maka PDAM akan rugi Rp 103 miliar.
Laporan arus kas menunjukkan bahwa tahun 2021 PDAM membagi dividen sebesar Rp 257 miliar. Tahun sebelumnya juga bagi dividen Rp 255 miliar.
Berdasarkan biaya depresiasi, kas untuk investasi, laba dan dividen PDAM, bisa ditarik paling tidak tiga kesimpulan. Kesimpulan pertama, jika kebijakan depresiasi, arus kas untuk investasi dan dividen dilanjutkan, maka dari waktu ke waktu usia peralatan akan menua dan kualitas air juga menurun secara konsisten. Nanti ada masanya alat-alat itu akan habis masa ekonominya dan PDAM tidak bisa memasok kebutuhan air kepada konsumen. PDAM sedang menyimpan bom waktu. Suatu saat pasti meledak. Saat meledak itu segalanya akan kacau dan tentu saja pemerintah akhirnya akan melakukan penanggulangan dengan dana yang besar.
Kesimpulan kedua, adanya dividen yang besar menunjukkan bahwa paradigma PDAM selama ini adalah institusi profit. Ini mestinya salah dan harus dikoreksi. PDAM mestinya dipandang sebagai institusi yang menjadi sarana bagi warga Surabaya untuk memenuhi kebutuhan air minum. Jika paradigmanya seperti ini, maka masyarakat melalui perwakilan yang memutuskan, kualitas air seperti apa yang dikehendaki.
Jika masyarakat ingin kualitas air siap minum langsung dari kran yang mengalir 24 jam ke setiap rumah seperti di kota-kota modern negara maju, maka dibutuhkan depresiasi yang kemudian menjadi aliran arus kas untuk investasi sebesar sekitar Rp 409 miliar per tahun. Agar PDAM impas (tidak rugi dan juga tidak laba) maka masyarakat harus meningkatkan uang yang dibayarkan kepada PDAM (menjadi tambahan omzet bagi PDAM) sebesar Rp 103 miliar per tahun. Caranya adalah dengan peningkatan tarif.
Angka tambahan omzet Rp 103 miliar itu dihitung dengan kondisi uang saat ini. Tahun-tahun selanjutnya mesti disesuaikan dengan laju inflasi.
Itu rutinitas tahunan. Masih ada lagi kebutuhan di awal yaitu dana untuk memperbaharui seluruh aset baik aset produksi maupun distribusi yang sudah berusia diatas 20 tahun. Sesuai data pipa di atas, untuk pipa jaringan dibutuhkan 2400 km alias Rp 2,4 triliun. Untuk fasilitas produksi asumsikan separuh dari nilai baru Rp 1 triliun. Total 3,4 triliun.
Dari mana uang Rp 3,4 triliun? Jika masyarakat surabaya melalui perwakilan memang mau menerima air minum mengalir 24 jam ke setiap rumah sehingga semua rumah tidak perlu menyediakan tandon atas, tandon bawah dan pompa, maka DPRD lah yang harus memutuskan uang itu diperoleh dari mana. Bisa dengan penerbitan obligasi yang kemudian dibayar dengan dana dari PDAM hasil peningkatan tarif sesuai standar air yang dikehendaki masyarakat. Dengan demikian peningkatan tarifnya tidak bisa hanya senilai peningkatan pendapatan Rp 109 miliar per tahun sebagaimana hitungan di atas. Mesti lebih tinggi
Lebih tinggi seberapa? Misalkan saja PDAM menerbitkan obligasi senilai Rp 3,4 triliun dengan bunga 7% per tahun maka dibutuhkan pembayaran bunga Rp 238 miliar. Untuk pokoknya dibutuhkan tabungan pelunasan pokok Rp 340 miliar per tahun. Jadi total dalam dibutuhkan Rp 578 per tahun. Ditambah dengan angka Rp 109 miliar di atas maka dibutuhkan kenaikan omzet PDAM sebesar Rp 687 miliar per tahun. Mengacu omzet tahun 2021 Rp 843 miliar maka total omzet menjadi Rp 1,53 triliun plus koreksi inflasi untuk tahun-tahun yang akan datang. Omzet ini akan mengakibatkan PDAM mampu menyediakan air siap minum langsung dari kran yang mengalir 24 jam ke semua rumah di Surabaya. PDAM tidak ada laba, tidak ada rugi, dan tidak membagikan dividen.
Kesimpulan ketiga, jika masyarakat menginginkan kualitas air seperti saat ini, tanpa ada perbaikan tapi juga tidak makin menurun, maka dibutuhkan peningkatan tarif yang akan membuat pendapatan PDAM naik sebesar Rp 109 miliar dan PDAM bisa mengalokasikan arus kas untuk investasi sebesar Rp 409 miliar untuk peremajaan fasilitas produksi dan pipa tanpa mengakibatkan PDAM rugi. Tapi juga tidak laba. Jadi tidak ada lagi dividen kepada pemegang saham
Itulah tiga kesimpulan. Kini, PDAM dan seluruh pemangku kepentingan harus mengambil keputusan. Membiarkan bom waktu itu berjalan dan suatu saat akan meledak? Atau perbaikan agar PDAM mampu menyediakan air siap diminum langsung dari kran seperti kota kota modern di negara maju? Atau sekedar mempertahankan kualitas air seperti sekarang yang hanya mengalir pada malam hari dan tidak bisa diminum? Monggo para pemangku kepentingan memutuskan.
Artikel ke-389 karya Iman Supriyono ini ditulisJogjakarta pada tanggal 4 November 2022
Revenue and profit driver (RPD) bagi sebuah perusahaan rumah sakit seperti PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. alias RS Mitra Keluarga adalah jumlah unit rumah sakit. Ekspansi artinya adalah membelanjakan kas untuk membangun baru atau mengakuisisi rumah sakit lain dengan dana lebih dari 5 x laba.
Laba tahun 2021 Mitra Keluarga adalah Rp 1,4 triliun. Scale up artinya membelanjakan kas untuk investasi dengan nilai minimal Rp 7 triliun. Artinya, jika saat ini aset Rp 6,9 triliun perusahaan mengoperasikan 26 uniit, tambahan Rp 7 triliun akan meningkatkan jumlah unit sekitar dua kali lipat.
Pertanyaannya, duit dari mana? Mari kita lihat. Nilai pasar perusahaan saat ini adalah Rp 37,7 triliun. Right issue (menerbitkan saham baru) sebesar 1,4 miliar lembar (10% dari jumlah lembar saham saat ini), akan menghasilkan dana segar sekitar Rp 3,8 triliun. Yang menarik, investor hanya menuntut ROI 2,9%. Bagi Mitra Keluarga, 2,9% ini adalah cost of capital. Artinya, Mitra bisa memperoleh dana Rp 3,8 dan investor hanya membutuhkan imbal hasil 2,9% per tahun dari dana itu. Murah sekali kan? Inilah hasil menguangkan intangible asset. Dana Rp 3,8 triliun itu hanya akan dicatat sebagai saham sebesar Rp 280 miliar. Sisanya yaitu Rp 3,250 trilun akan menjadi agio saham. Kedudukannya sama dengan laba ditahan. Cermin penghargaan investor terhadap intangible asset perusahaan.
Untuk scale up (Rp 7 triliun) masih kurang Rp 3,2 triliun. Dari mana? Urang Mitra saat ini adalah Rp 936 miliar. Jika menambah utang Rp 3,2 triliun, utang akan menjadi 4,1 triliun. Ekuitas saat ini Rp 5,9 triliun. Setelah rights issue akan menjadi Rp 9,7 triliun. Artinya, utang Rp 3,2 triliun hanya akan menaikkan rasio utang (DER) menjadi 0,42. Masih jauh dari angka 1. Masih sangat aman.
Ikuti KELAS KORPORATISASI untuk mempelajari lebih lanjut konsep dan eksekusi materi di artikel ini
Dengan kombinasi antara penerbitan saham dan utang di atas, berarti Mitra telah menerapkan konsep gergaji korporatisasi dari SNF Consulting. Menjaga angka rasio utang aman dengan saling bergantian antara penerbitan saham baru dan penambahan utang. Hasilnya untuk scale up. Bisa paduan antara mendirikan unit sendiri dengan mengakuisisi rumah sakit lain untuk direbranding menjadi RS Mitra Keluarga. Jika ini dilakukan tahun depan, maka Mitra akan langsung mendahului Siloam. Menjadi rumah sakit swasta terbesar. Mendapatkan crowding efffect di mata konsumenmaupun carrer choice effect di mata kandidat SDM terbaik khususnya para dokter terbaik. Mitra Keluarga, maukah scale up? Maukah tancap gas?
Artikel ke-388 karya Iman Supriyono ini ditulis di SNF Consulting House of Management pada tanggal 3 November 2022
Intangible asset adalah aset yang tidak bisa dicatat dalam sistem akuntansi. Contohnya berupa merek yang kuat, nama besar, sejarah yang panjang, manajemen yang kuat, pelanggan yang loyal, pemasok yang berkualitas dan sebagainya. Perusahaan yang bekerja keras menguatkan merek misalnya dengan menjaga kualitas dan standard produk dalam jangka panjang tidak bisa menuangkan upaya itu sebagai aset secara akuntansi. Perusahaan yang memiliki sistem manajemen yang kuat juga tidak bisa menuliskannya sebagai aset dalam akuntansi. Perusahaan yang melakukan pembinaan terhadap karyawan tidak bisa menuliskannya secara akuntansi sebagai aset. Dan sebagainya. Padahal, apa yang dilakukan itu jelas-jelas memperbaiki kinerja perusahaan.
Untuk gambaran, mari kita lihat sebagai contoh. Siloam Internasional Hospitals Tbk, perusahaan menaungi Rumah Sakit Siloam, per 31 Desember 2021 membukukan aset bersih alias ekuitas Rp 6,5 triliun. Pada saat yang sama, nilai seluruh saham (nilai pasar) perusahaan adalah Rp 14,5 triliun. Rp 6,5 triliun adalah seluruh aset bersih (aset dikurangi utang) perusahaan berdasarkan catatan historis akuntansi. Rp 14,5 triliun adalah nilai perusahaan menurut transaksi saham di pasar. Selisihnya yaitu Rp 8 triliun adalah penghargaan para investor terhadap intangible asset perusahaan.
Jika membutuhkan modal untuk ekspansi, perusahaan dapat menerbitkan saham baru. Katakan perusahaan menerbitkan 10% saham, maka dana yang akan diterima oleh perusahaan adalah Siloam adalah Rp 1,45 triliun. Padalah menurut akuntansi, nilai 10% itu adalah Rp 650 miliar. Maka, penerbitan 10% itu bermakna perusahaan telah menguangkan intangible asset. Memperoleh Rp 800 miliar dari intangible asset.
Atas uang yang diterima itu, perusahaan hanya memberikan hak laba kepada investor sebesar Rp 66,5 miliar. Dalam pandangan para investor, mereka hanya bersedia hanya akan menerima return on ivesment (R0I) sebesar 4,5% per tahun. Jauh lebih rendah dari pada bunga bank yang di atas 10%. Mereka mau diberi ROI kecil karena adanya intangible asset tadi. Inilah yang menjadi modal Siloam untuk tumbuh pesat.
&&&
Muktamar bagi Persyarikatan adalah sebuah hajatan besar. Hajatan besar tentu saja sekaligus menjadi momentum evaluasi. Kali ini saya mengajak pembaca untuk melakukan evaluasi tentang kemampuan persyarikatan dalam mendayagunakan intangible aset di sektor kesehatan. Mendayagunakan nama besar, sejarah, kepercayaan masyarakat dan sebagainya untuk menumbuhkan layanan kesehatan berupa rumah sakit sebagai pilar utama persyarikatan.
Sistem hukum Indonesia mengenal 4 badan hukum yaitu perkumpulan, yayasan, perseroan terbatas dan koperasi. Persyarikatan sejak awal telah memilih badan hukum perkumpulan sesuai Staatsblad nomor 64 tahun 1870. Memang NKRI belum menerbitkan undang-undang perkumpulan sendiri hingga saat ini.
Empat badan hukum tersebut memiliki karakter masing-masing. Tapi kali ini kita akan membahas dari kacamata karakter terkait intangilble aset. Dari 4 badan hukum tersebut, hanya perseroan terbatas yang bisa mengakomodasi adanya intangible asset dan mengonversikannya menjadi uang untuk modal pertumbuhan organisasi. Itulah mengapa PT adalah badan hukum berperan paling besar dalam menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
Apa yang saya gambarkan pada bagian awal tulisan ini adalah bagaimana Siloam yang memang berbadan hukum perseroan terbatas menguangkan intangible assetnya. Membangun rumah sakit baru dimana-mana. Menjadi tempat yang nyaman bagi para dokter terbaik untuk berkarir. Pertumbuhan adalah salah satu syarat kenyamanan bagi SDM terbaik.
Nah, karena karena persyarikatan berbadan hukum perkumpulan, maka tidak ada tempat untuk melakukan seperti yang dilakukan Siloam. Apakah tidak ada cara lain? Ada. Rumah sakit adalah industri yang terbuka bagi badan hukum PT untuk masuk. Untuk bisa tumbuh pesat dengan menjual intangible aset dengan nilai triliunan seperti Siloam, persyarikatan dapat mendirikan badan hukum PT untuk mewadahi layanan kesehatan. Setelah itu ditata sedemikian rupa agar bisa memilki nilai intangible asset yang tinggi untuk diuangkan menjadi modal pertumbuhan. Agar tidak ada dokter rumah sakit persyarikatan yang pindah ke Siloam karena tergiur oleh pertumbuhannya. Tinggal pertanyaan besarnya nya, maukah pengambil keputusan di muktamar nanti mengambil peluang ini? Semoga.
Artikel ke-387 karya Iman Supriyono ini ditulisdan diterbitkan oleh Majalah Matan, terbit di Surabaya, edisi November 2022
Robert Kiyosaki membagi manusia menjadi 4 kuadran. Empoyee (E), self employed (SE), business owner (BO) dan investor (I). Konsep yang disebut empat kuadran ini banyak dijadikan referensi. Dalam kosepnya, Kiyosaki menyarankan orang untuk berpindah dari kuadran employee menjadi self employed, lalu business owner, lalu investor.
Seorang pegawai yang menjalankan saran ini akan segera keluar dari pekerjaannya. Berubah kuadran dari employee menjadi self employed. Misalkan si Fulan adalah seorang guru di sebuah sekolah pemerintah yang berstatus pegawai negeri. Mengikuti saran Kiyosaki maka Fulan akan mengundurkan diri dari posisinya sebagai pegawai negeri dan berubah posisi menjadi self employed. Caranya misalnya ditempuh oleh Fulan dengan menjadi guru les privat. Dengan demikian ia tidak lagi dipekerjakan oleh pihak lain. Posisinya menjadi dipekerjakan oleh dirinya sendiri dan karenanya disebut self employee.
Jika menuruti saran Kiyosaki, yang harus dilakukan fulan adalah mengumpulkan uang hasil les privat untuk membangun bisnis. Misalkan saja kemudian dia mendirikan warung sate. Honor dari mengajar privat dikumpulkan untuk mendirikan warung sate dengan mempekerjakan beberapa orang lain. Nah, berarti posisi Fulan kini sudah menjadi business owner. Meninggalkan profesinya sebagai guru privat untuk menjadi pemilik warung sate.
Selanjutnya, jika mengikuti saran Kiyosaki, maka laba dari bisnis warung satenya harus ditabung. Setelah cukup maka uang digunakan untuk berinvestasi. Fulan membeli ruko untuk disewakan. Persis mengikuti saran Kiyosaki untuk memilih properti sebagai bentuk investasi. Dengan demikian posisi Fulan sudah berubah dari kuadran investor. Fulan terus menerus memanfaatkan hasil laba warung satenya untuk menambah investasi. Suatu saat hasil investasi berupa sewa ruko sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Saat itulah Fulan mencapai apa yang oleh Kiyosaki disebut sebagai kebebasan finansial.
&&&
Pembaca, apa yang disarankan oleh Kiyosaki bisa disebut sebagai pengelolaan keuangan dengan paradigma business owner (BO). Paradigma ini dianggap benar oleh banyak orang. Mungkin Anda juga termasuk di dalamnya. Tetapi sejatinya, paradigma ini salah secara fatal. Paling tidak ada lima argumen atas kesalahannya.
Argumen pertama, paradigma BO adalah masa lalu umat manusia. BO terjadi karena ketika itu umat manusia tidak mengenal apa yang di era modern ini disebut sebagai badan hukum alias legal entity. Di dunia bisnis dikenal adanya 2 bentuk legal entity yaitu korporasi (perusahaan) dan koperasi. Badan hukum seperti VOC yang didirikan pada tahun 1602 menjadi perintis era ditinggalkannya konsep BO. Setelah VOC muncul badan hukum lain yang sampai kini masih eksis dan melayani kebutuhan barang jasa umat manusia. Era berikutnya misalnya adalah Tyssenkrupp produsen kapal selam KRI Nenggala 402 berdiri sebagai korporasi tahun 1811. Tyssenkrupp berdiri sebelum terjadinya perang Diponegoro (1825-1830).
Sejak adanya korporasi di dunia bisnis, perlahan-lahan peran perorangan dalam dunia bisnis menurun. Jika pada sebuah industri sudah ada pemain korporasi, pemain perorangan akan ditinggalkan konsumen. Contoh yang sekarang masih sangat terlihat adalah tutupnya toko kelontong perorangan dimana-mana setelah hadirnya korporasi di bidang itu yaitu Indomaret (1988) disusul Alfamart (1999). Korporasi menggantikan peran perorangan karena adanya fenomena crowding effectdan career choice efffect.
Argumen kedua, dalam korporasi tidak ada business owner atau pemilik. Korporasi berdiri berdasarkan undang-undang di negara tempatnya berada. Di Indonesia berdiri sesuai Undang Undang No. 40 tahun 2007 yang kemudian dilebur dalam UU Ciptaker. Maka, segala sesuatu tentang PT harus mengacu kepadanya. UU PT menyebut bahwa organ pada sebuah PT adalah direksi, komisaris dan pemegang saham. Tidak ada organ pemilik (business owner) dalam PT.
Mungkin Anda segera membantah dengan mengatakan bahwa pemegang saham sama dengan pemilik. Tetapi tidak. Perhatikan narasi berikut ini. Misalnya si saya punya seekor sapi. Jika sapi itu mangamuk dan merusak mobil Anda, maka Anda tidak bisa menuntut si sapi. Mengapa? Karena sapi bukan legal entity. Dan karena bukan legal entity maka sapi ada pemiliknya. Pemiliknya adalah saya. Sebagai pemilik saya bertanggung jawab sepenuhnya terhadap apa yang saya miliki. Maka atas kerusakan mobil Anda, sayalah yang bertanggung jawab. Sayalah yang bisa Anda tuntut, bukan sapi.
Tetapi misalnya, saya adalah pemegang 1000 lembar saham PT ABC yang bergerak di bidang taksi. Total lembar saham yang telah diterbitkan PT ABC misalnya 1500 lembar. Yang 500 dipegang oleh kawan saya si B misalnya. Lalu PT ABC melakukan sebuah tindakan hukum yang merugikan Anda. Misalnya saja taksi dari PT ABC menabrak mobil Anda yang sedang diparkir. Mobil Anda rusak parah. Maka Anda tidak bisa menuntut saya. Atau si B. Anda harus menuntut PT ABC karena PT ABC adalah badan hukum alias legal entity. Dalam Undang Undang PT diatur bahwa yang mewakili PT sebagai badan hukum dalam urusan tuntutan seperti itu adalah direkturnya. Bukan saya. Saya bertanggung jawab sebatas uang yang telah saya setor sebagai modal di PT itu yang ditukar dengan sekian lembar saham PT ABC. Dirktur bisa bertanggung jawab sampai harta pribadinya, demikian menurut undang Undang PT.
Badan hukum itu punya hak dan kewajiban seperti manusia. Badan hukum tidak bisa dimiliki sebagaimana manusia juga tidak bisa dimiliki. Sebagai gambaran Eva Celia adalah anak Sophia Latjuba. Sekali lagi, statusnya anak. Tidak bisa dikatakan bahwa Eva adalah milik Sophia Latjuba. Manusia tidak bisa dimiliki. Demikian juga PT. PT ABC tidak bisa dimiliki oleh saya atau siapa pun.
Argumen ketiga, dengan adanya lembar saham pada sebuah korporasi, konsekuensinya akan muncul yang namanya par value, book value dan market value dan valuasi. Selisih antara antara market value dan book value adalah intangible asset. Intangible aset bisa diuangkan melalui penerbitan saham baru. Hasilnya adalah uang dengan biaya modal (cost of capital) yang murah. Hanya sekitar 2-3% per tahun. Inilah yang menjadikan sebuah perusahaan bisa melakukan scale up untuk tumbuh pesat secara eksponensial. Menjadi korporasi sejati. Hal ini tidak bisa dilakukan jika Anda masih berpandangan business owner.
Mengapa tidak bisa? Karena business owner memandang yang dimiliki adalah perusahaan. Bahkan aset perusahaan. Misal dalam contoh PT ABC di atas, dengan paradigman business owner maka aset saya adalah PT ABC itu sendiri. Bahkan aset yang ada di dalam PT ABC itu. Misalnya PT ABC membeli mobil untuk operasional maka dengan paradigma business owner mobil itu menjadi milik saya. Kesalahan ini pernah dilakukan oleh Pak Jokowi dan pak Prabowo pada debat Capres tahun 2019 tentang kepelikan tanah. Pak Jokowi mengatakan bahwa pak Prabowo punya tanah 250 ribu hektar di Aceh dan 150 ribu hektar di Kalimantan Timur. Pak Prabowo juga membenarkannya. Bahkan pak JK sebagai wapres ketika itu juga membenarkannya. Padahal sebenarnya tanah itu bukan milik Pak Prabowo. Tapi milik sebuah badan hukum PT.
Dalam korporasi, yang dimiliki orang adalah lembaran saham. Bukan PT atau aset PT. Dalam contoh PT ABC di atas, aset saya adalah lembaran saham PT ABC. Aset ini memiliki par value, book value dan market value. Jika saya membayar zakat, yang dizakati adalah harta saya berupa lembar saham. Zakat saham dikiaskan dengan zakat lahan pertanian tanpa biaya pengairan yaitu 10% dari hasil panen. Maka zakat harta saham saya adalah 10% dividen.
Mengapa saya tidak dikenai zakat atas mobil atau uang kas PT ABC? Karena mobil dan uang kas itu bukan milik saya. Orang tidak bisa dikenai zakat atas sesuatu yang bukan miliknya. Yang menjadi milik saya adalah lembar saham. Bukan mobil atau uang kas PT ABC.
Argumen keempat, dalam ekonomi modern, setiap orang adalah pekerja dan setiap orang adalah investor. Bahkan seorang pendiri PT dan direktur atas PT yang didirikannya pun bekerja secara profesional. Mengapa? Karena hanya dengan bekerja secara profesional sesuai tata kelola perusahaan yang digariskan Undang Undang maka PT bisa melakukan korporatisasi. Teknisnya dengan terus-menerus menerbitkan saham baru untuk tumbuh secara eksponensial menjadi korporasi sejati.
Ketika perusahaan melakukan korporatisasi, dibutuhkan banyak investor sebagai pemegang saham baru. Siapa investor itu? Tentu saja para profesional dan karyawan. Yang disebut bebas finansial dalam ekonomi modern adalah bagaimana hasil investasi mendatangkan imbal hasil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mencapai Return on Invetment (ROI) bahkan sampai ratusan persen.
Argumentasi kelima, korporasi adalah ujung tombak daya saing sebuah bangsa. Korea selatan tampil sebagai bangsa unggul karena ada Hyundai, KIA, Samsung, LG dan sebagainya. Jepang karena ada Toyota, Nissan, Mazda, Suzuki, Yamaha dan sebagainya. USA karena ada Alphabet (Google), Meta (Facebook), Western Union, Chiquita, Boeing, dan sebagainya. Bangsa yang besar menghasilkan korporasi besar yang produknya dimanfaatkan oleh masyarakat berbagai bangsa. Korporasi seperti ini mustahil hadir jika para pelaku bisnis di negeri itu masih berparadigma business owner.
Mengapa? Paradigma business owner menghambat pelaksanaan korporatisasi. Menerbitkaan saham baru dianggap berbagi kepemilikan PT. Paradigma business owner mengira bahwa korporatisasi adalah menjual kepemilikan perusahaan. Padahal bukan. Korporatisasi adalah menjual saham baru yang baru diterbitkan oleh sebuah perusahaan. Saat PT ABC sebagai contoh di atas menerbitkan 200 lembar saham baru misalnya, saham yang saya miliki tetap 1000 lembar. Saham yang dimiliki si B tatap 500 lembar. Tidak berkurang saham sekali. Yang terjadi justru book value dan market valuenya meningkat. Jika saat pendirian saya hanya setor Rp 1 juta per lembar, lalu saham baru ini laku dijual dengan Rp 5 juta perlembar, maka market value saham saya kini menjadi Rp 5 juta dikalikan 1000 lembar alias Rp 5 miliar. ROI saya juga meningkat karena ada agio saham Rp 4 juta per lebar yang kedudukannya sama dengan laba di tahan. Sebagai modal pengembangan bisnis PT ABC.
&&&
Pembaca yang baik, saatnya kita tinggalkan mentalitas business owner. Kita enyahkan paradigma business owner. Kita buang jauh-jauh mindset business owner. Jangan bangga disebut business owner. Ubah menjadi paradigma korporasi. Pelajari dengan baik sejarah dan strategi korporasi, par value, book value, market value, agio saham, cost of capital, corporate live cycle, korporatisasi, gergaji korporatisasi, intangible aset, valuasi, wakaf korporat, dan segala seluk beluk korporasi. Jadikan dunia bisnis sebagai ibadah sekaligus sebagai saran menjayakan negeri ini di kancah pergaulan internasional. Menjadi bangsa investor. Bukan bangsa yang mencari investor.
Jangan posesif seperti anak kecil….
Kembali pada si Fulan pada bagian awal tulisan ini. Dengan paradigma korporasi, Fulan tetap menjadi guru secara profesional. Tekuni sedemikian hingga dikenal luas sebagai orang yang menguasai bidangnya. Sering diminta menjadi nara sumber untuk bidang yang dicintainya itu. Gajinya diinvestasikan sesuai kaidah investasi modern. Sekitar 50% diinvestasikan sebagai saham di berbagai perusahaan. Bebas finansial dicapai ketika hasil investasi sudah cukup untuk biaya hidupnya. Tetapi tidak lantas membuat si Fulan harus mundur sebagai guru. Fulan tetap menjadi guru profesional sampai pensiun. Bahkan sampai pensiun pun masih diundang menjadi pembicara seminar di berbagai tempat. Bukan untuk mencari uang. Tetapi untuk memberi makna hidup sesuai bidang yang ditekuni, dicintai dan dikuasainya.